Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kondisi Ekonomi Dan Politik Sebelum Reformasi


Aksi Dono Warkop dikala Reformasi 98. Foto: Pinterest

- Reformasi merupakan perubahan yang radikal dan menyeluruh pada tahun 1998 di Indonesia yang menyasar segala segmen kehidupan nasional. Perubahan yang fundamental atas paradigma gres atau kerangka berpikir gres yang dijiwai oleh suatu pandangan keterbukaan dan transparansi merupakan tuntutan dalam gerakan reformasi.

Reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional dalam banyak sekali bidang kehidupan. Ketika terjadi krisis ekonomi, politik, aturan dan krisis kepercayan, maka seluruh rakyat mendukung adanya reformasi dan menghendaki adanya pergantian pemimpin yang diperlukan sanggup membawa perubahan Indonesia di segala bidang ke arah yang lebih baik.

Perkembangan Politik Pasca Pemilu 1997

Reformasi merupakan perubahan yang radikal dan menyeluruh pada tahun  Kondisi Ekonomi dan Politik Sebelum Reformasi
Mahasiwa menjadi golongan yang cukup keras dalam Gerakan Reformasi 98. Foto: Pinterest

Perhatian mengenai korupsi dan nepotisme, memusat di sekitar pemerintahan Soeharto, yang berlangsung semenjak 1990 berakhir sesudah krisis ekonomi tahun 1997. Pada bulan Mei 1998 demonstrasi mahasiswa meningkat di kota-kota besar, dan harga-harga yang terus meningkat mengakibatkan frustrasi dan kemarahan massa yang diaspirasikan oleh pergerakan mahasiswa dan pemuda.

Di tengah-tengah perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara terjadilah ganjalan dalam kehidupan berpolitik menjelang Pemilu 1997 disebabkan adanya insiden 27 Juli 1996, ialah adanya kerusuhan dan perusakan gedung DPP PDI yang membawa korban jiwa dan harta.

Tekanan pemerintah Orde Baru (Orba) terhadap oposisi sangat besar dengan adanya tiga kekuatan politik yakni PPP, GOLKAR, PDI, dan tidak boleh mendirikan partai politik lain. Hal ini berkaitan dengan diberlakukan paket UU Politik, yaitu:
  1. UU No. 1 Tahun 1985 ihwal Pemilu,
  2. UU No. 2 Tahun 1985 ihwal susunan dan kedudukan anggota MPR, DPR, DPRD yang lalu disempurnakan menjadi UU No 5 Tahun 1995,
  3. UU No. 3 tahun 1985 ihwal Partai Politik dan Golongan Karya,
  4. UU No. 8 tahun 1985 ihwal Organisasi Kemasyarakatan.

Pertikaian sosial dan kekerasan politik terus berlangsung dalam masyarakat sepanjang tahun 1996, kerusuhan meletus di Situbondo, Jawa Timur Oktober 1996. Kerusuhan serupa terjadi di Tasikmalaya, Jawa Barat Desember 1996, lalu di banyak sekali kawasan di Indonesia.

Pemilu 1997, dengan hasil Golkar sebagai pemenang mutlak. Hal ini ber-arti pinjaman mutlak kepada Soeharto makin besar untuk menjadi presiden lagi di Indonesia dalam sidang MPR 1998. Pencalonan kembali Soeharto menjadi presiden tidak sanggup dipisahkan dengan komposisi anggota DPR/MPR yang mengandung nepotisme yang tinggi  bahkan hampir semua putra-putrinya tampil dalam forum negara ini. 

Terpilihnya kembali Soeharto menjadi Presiden RI dan lalu membentuk Kabinet Pembangunan VII yang penuh dengan ciri nepotisme dan kolusi. Mahasiswa dan golongan intelektual mengadakan protes terhadap pelaksanaan pemerintahan ini. Di samping hal tersebut di atas semenjak 1997 Indonesia terkena pengaruh krisis moneter di Asia Tenggara. 

Sistem ekonomi Indonesia yang lemah tidak bisa mengatasi krisis, bahkan kurs rupiah pada 1 Agustus 1997 dari Rp2.575; menjadi Rp5.000; per dolar Amerika. Ketika nilai tukar makin memburuk, krisis lain menyusul yakni pada  akhir tahun 1997 pemerintah melikuidasi 16 bank. Kemudian disusul membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang bertugas mengawasi 40 bank bermasalah. 

Kepercayaan dunia terhadap kepemimpinan Soeharto makin menurun. Pada April 1998, 7 bank dibekukan operasinya dan nilai rupiah terus melemah hingga Rp10.000 perdolar. Hal ini mengakibatkan terjadinya agresi mahasiswa di banyak sekali kota di seluruh Indonesia. 

Keadaan makin kacau ketika pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan. Tanggal 4 Mei 1998 agresi anti Soeharto makin meluas, bahkan pada tanggal 12 Mei 1998 agresi mahasiswa Trisakti berkembang menjadi bentrokan fisik yang membawa 4 korban meninggal yakni Elang Mulia, Hari Hartanto, Hendriawan, dan Hafiadin Royan.


Rujukan:

Sharma, P. 1998. Sasaran Pokok Reformasi Indonesia, Jakarta: Menara Ilmu.
Ricklefs, M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press