Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kesultanan Demak Dan Awal Islamisasi Jawa Oleh Wali Songo

Bendera Kesultanan Demak (?). Foto: John McMeekin/crwflags.com

- Pada mulanya Agama Islam mulai tersebar di wilayah Asia Tenggara dan khususnya wilayah Indonesia semenjak kurun ke-12 atau 13. Inflistrasi dan perkembangan Islam di wilayah Indonesia berbeda-beda. Kerajaan Demak itu sendiri dahulunya merupakan sebuah kawasan yang dikenal dengan nama bintoro yang merupakan kawasan dibawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Wilayah Demak terletak di tepi selat dan diantara pegunungan Muria dan Jawa. Setelah Majapahit hancur maka Demak bangun sebagai Kesultanan Islam yang pertama di Jawa.

Bintoro sebagai sentra kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola ialah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa Syailendra), sedangkan Jepara kesannya berkembang sebagai pelabuhan yang penting bagi kerajaan Demak
Ketika Majapahit mengalami kemunduran sekitar kurun ke 15 menjadi faktor yang mendukung untuk berkembangnya Kerajaan Islam di Jawa. besar kemungkinan bahwa pada kurun XII di Jawa sudah ada orang Islam yang menetap. Karena sudah ada yang menyusuri pantai timur Sumatera dan Laut Jawa potongan Timur untuk melaksanakan jalur perdagangan.

Lokasi Kesultanan Demak. Foto: Pinterest

Para pelaut tersebut baik yang beragama Islam maupun tidak, dalam melaksanakan perjalanan di jalur perdagangan tersebut mereka banyak singgah di banyak tempat. Pusat-pusat permukiman di Pantai Utara Jawa ternyata sangat cocok untuk hal itu.

Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Rahmat dari Ngampel Denta, nama tersebut diadopsi dari nama kampung di Surabaya. Menurut Cerita Jawa, ia berasal dari Cempa banyak yang menerka bahwa Cempa itu ialah suatu wilayah yang terdapat di Cina, namun mengenai lokasi yang benar akan hal itu masih diperdebatkan.

Ada yang menyampaikan bahwa letak Cempa ialah Jempa yang merupakan salah satu wilayah yang terdapat di Aceh hal ini dilihat oleh rute perjalanan yang di tempuh orang suci yang ditempuh oleh Syekh Ibnu Maulana dari Tanah Arab ke Jawa. apabila Campa sama artinya dengan Jeumpa maka rute perjalanannya lebih masuk akal.
                               
Apabila bencana sejarah dan tahun-tahun bencana tersebut mengenai Campa yaitu tempat Islam pertama berasal di Jawa, maka kita sanggup menyusunnya menyerupai berikut. Seorang raja Majapahit atau seorang anggota keluarga raja menjelang kurun ke 15 telah membawa gadis Islam keluarga baik-baik yang berasal dari Cempa ke istananya(sejak dahulu Majapahit mempunyai relasi yang baik dengan Cempa), kemudian kemudian Wanita Islam itu meninggal pada 1448 dan dimakamkan secara Islam (Putri Campa).

Beberapa tahun sebelumnya, dua orang keluarga putri itu, yaitu abang beradik meninggalkan Cempa dan melewat ke Jawa, mereka ini juga beragama Islam, ayah mereka orang barat yang kawin di Cempa dengan Wanita keturunan Bangsawan. Salah satu alasan kedua kakak-beradik itu pergi ke Jawa ialah sebab bahaya orang Annam untuk menyerang Cempa.

Pada mulanya Agama Islam mulai tersebar di wilayah Asia Tenggara dan khususnya wilayah Ind Kesultanan Demak dan Awal Islamisasi Jawa oleh Wali Songo
Peta Jawa awal kurun ke-18. Foto: Wikimedia

Lokasi kerajaan Demak yang strategis untuk perdagangan nasional, sebab menghubungkan perdagangan antara Indonesia potongan Barat dengan Indonesia potongan Timur, serta keadaan Majapahit yang sudah hancur, maka Demak berkembang sebagai kerajaan besar di pulau Jawa, dengan rajanya yang pertama yaitu Raden Patah. Ia bergelar Sultan Alam Akbar al-Fatah (1500 – 1518). Pada masa pemerintahannya Demak mempunyai peranan yang penting dalam rangka penyebaran agama Islam khususnya di pulau Jawa, sebab Demak berhasil menggantikan peranan Malaka, sesudah Malaka jatuh ke tangan Portugis 1511.

Kehadiran Portugis di Malaka merupakan bahaya bagi Demak di pulau Jawa. Untuk mengatasi keadaan tersebut maka pada tahun 1513 Demak melaksanakan penyerangan terhadap Portugis di Malaka, yang dipimpin oleh Adipati Unus atau populer dengan sebutan Pangeran Sebrang Lor.

Serangan Demak terhadap Portugis walaupun mengalami kegagalan namun Demak tetap berusaha membendung masuknya Portugis ke pulau Jawa. Pada masa pemerintahan Adipati Unus (1518 – 1521), Demak melaksanakan blokade pengiriman beras ke Malaka sehingga Portugis kekurangan makanan.Puncak kebesaran Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono (1521 – 1546), sebab pada masa pemerintahannya Demak mempunyai kawasan kekuasaan yang luas dari Jawa Barat hingga Jawa Timur.

Peran Wali Songo

Wali Songo. Foto: kliping.co

Kata “wali” (Arab) antara lain berarti pembela, teman bersahabat dan pemimpin. Dalam pemakaiannya, wali biasanya diartikan sebagai orang yang bersahabat dengan Allah (Waliyullah). Sedangkan kata “songo” (Jawa) berarti Sembilan. Walisongo artinya sembilan wali, bergotong-royong jumlahnya bukan hanya sembilan.

Jika ada seorang walisongo meninggal dunia atau kembali ke negeri seberang, maka akan digantikan anggota baru. Songo atau sembilan ialah angka keramat, angka yang dianggap paling tinggi. Dewan dakwah tersebut sengaja dinamakan walisongo untuk menarik simpati rakyat yang pada waktu masih belum mengerti apa bergotong-royong agama Islam.

Sunan Ampel (Raden Rahmat)

Setelah Syekh Maulana Malik Ibrahim wafat, maka Sunan Ampel diangkat sebagai sesepuh walisongo, sebagai mufti atau pemimpin agama Islam Nama orisinil Sunan Ampel ialah Raden Rahmat, sedangkan sebutan Sunan merupakan gelar kewaliannya, dan nama Ampel atau Ampel Denta, atau Ngampel Denta (menurut Babad Tanah Jawi versi Meinsme), itu dinisbahkan kepada tempat tinggalnya, sebuah tempat bersahabat Surabaya. Raden Rahmat diperkirakan lahir pada awal kurun ke-15 di Campa, sebagai putra Raja Campa.

Sunan Ampel ialah penerus harapan dan usaha Maulana Malik Ibrahim. Ia memulai aktivitasnya dengan mendirikan pondok pesantren di Ampel Denta, bersahabat Surabaya yang sekaligus menjadi sentra penyebaran Islam yang pertama di Jawa. Di tempat inilah dididik pemuda-pemudi Islam sebagai kader yang terdidik, untuk kemudian disebarkan ke aneka macam tempat di seluruh pulau Jawa.

Muridnya antara lain Raden Paku yang kemudian populer dengan sebutan Sunan Giri, Raden Patah yang kemudian menjadi sultan Pertama dari kerajaan Islam di Bintoro Demak, Raden Makdum Ibrahim yang dikenal dengan Sunan Bonang, Raden Kosim Syarifuddin yang dikenal dengan Sunan Drajat, Maulana Ishak yang pernah diutus ke kawasan Blambangan untuk mengislamkan rakyat disana, dan banyak lagi mubalig yang mempunyai andil besar dalam islamisasi Pulau Jawa.

Sunan Ampel tercatat sebagai perancang kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa dengan ibukota di Bintoro, Demak. Dialah yang mengangkat Raden Fatah sebagai sultan pertama Demak, yang dipandang punya jasa paling besar dalam meletakkan tugas politik umat Islam di nusantara.. Sunan Ampel juga yang pertama kali membuat Huruf Pegon atau goresan pena Arab berbunyi bahasa Jawa. Dengan abjad pegon ini, dia sanggup memberikan ajaran-ajaran Islam kepada para muridnya. Hingga kini abjad pegon tetap digunakan sebagai materi pelajaran agama Islam di kalangan pesantren.

Hasil didikan Sunan Ampel yang populer ialah falsafah Mo Limo atau tidak melaksanakan lima hal tercela, yaitu :

  1. Moh Main atau tidak mau berjudi
  2. Moh Ngombe atau tidak mau minum arak atau bermabuk-mabukan
  3. Moh Maling atau tidak mau mencuri
  4. Moh Madat atau tidak mau mengisap candu, ganja dan lain-lain
  5. Moh Madon atau tidak mau berzina

Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga populer sebagai seorang wali yang berjiwa besar, berpandangan jauh, berpikiran tajam, intelek, serta berasal dari suku Jawa asli. Nama Kalijaga konon berasal dari rangkaian bahasa Arab qadi zaka yang berarti pelaksana dan membersihkan. Qadizaka yang kemudian berdasarkan pengecap dan ejaan menjadi Kalijaga berarti pemimpin atau pelaksana yang menegakkan kebersihan atau kesucian.. Jasanya bagi Demak cukup banyak. Pada waktu pendirian mesjid Demak, ia salah seorang wali yang berkewajiban menyediakan salah satu dari 4 tiang pokok (saka guru) yang berdasarkan legenda, ia buat dari tatal (serpihanserpihan kayu sisa).

Ia juga menjadi penasehat umum raja-raja Demak, semenjak Raden Patah hingga Sultan Trenggana. Dalam pemeritahan Demak, di samping sebagai ulama dan juru dakwah, Sunan Kalijaga juga penasihat Kesultanan Demak Bintoro, Ketika para wali tetapkan untuk mempergunakan pendekatan kultural terhadap masyarakat, termasuk di antaranya pemanfaatan wayang dan gamelan sebagai media dakwah, maka orang yang paling berjasa dalam hal ini ialah Sunan Kalijaga.. Sunan Kalijaga juga sangat berjasa dalam perkembangan wayang purwa atau wayang kulit yang bercorak Islami menyerupai kini ini. Ia mengarang aneka kisah wayang yang bernafaskan Islam, terutama mengenai etika. Kecintaan masyarakat terhadap wayang digunakannya sebagai sarana untuk menarik mereka untuk masuk Islam.

Sunan Muria (Raden Umar Said)

Sunan Muria ialah salah seorang wali songo yang banyak berjasa dalam menyiarkan agama Islam di pedesaan Pulau Jawa. Ia ialah putra Sunan Kalijaga. Nama aslinya Raden Umar Said atau Raden Said. Sedang nama kecilnya ialah Raden Prawoto, namun ia lebih populer dengan nama Sunan Muria sebab sentra kegiatan dakwahnya dan makamnya terletak di Gunung Muria (18 km di sebelah utara kota Kudus sekarang).

Sunan Muria termasuk wali-wali yang tetapkan untuk memindahkan pesantren Ampel Denta (sepeninggal Sunan Ampel) ke Demak di bawah pimpinan Raden Patah. Ia sangat rajin berdakwah ke pelosok-pelosok desa dan gunung-gunung. Sarana dakwah yang dipakainya ialah melalui gamelan dan wayang serta kesenian Jawa lainnya.

Ciri khas Sunan Muria dalam upaya menyiarkan agama Islam ialah menyebabkan desa-desa terpencil sebagai tempat operasinya. Ia lebih suka menyendiri dan bertempat tinggal di desa dan bergaul dengan rakyat biasa. Ia mendidik rakyat di sekitar Gunung Muria. Cara yang ditempuhnya dalam menyiarkan agama Islam ialah dengan mengadakan kursus-kursus bagi kaum pedagang, para nelayan dan rakyat biasa.. Makam Sunan Muria terletak di puncak gunung, banyak dikunjungi orang setiap hari hingga sekarang, terutama pada hari Jum’at Pahing.

Sunan Bonang

Sunan Bonang dianggap sebagai pencipta gending pertama dalam rangka mengembangkan anutan Islam di pesisir utara Jawa Timur. Dalam mengembangkan agama Islam, Sunan Bonang selalu beradaptasi dengan corak kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat menggemari wayang serta musik gemelan. Mereka memanfaatkan pertunjukan tradisional itu sebagai media dakwah Islam, dengan menyisipkan nafas Islam ke dalamnya.

Syair lagu gamelan ciptaan para wali tersebut berisi pesan tauhid, perilaku menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Setiap bait lagu diselingi dengan syahadatain (usapan dua kalimat syahadat), gamelan yang mengiringinya kini dikenal dengan istilah sekaten, yang berasal dari syahadatain. Sunan Bonang sendiri membuat lagu yang dikenal dengan tembang durma, sejenis macapat yang melukiskan usaha tegang, bengis dan penuh amarah.

Kegiatan dakwah Sunan Bonang dipusatkan di sekitar Jawa Timur, terutama kawasan Tuban, dengan basis pesantren sebagai wadah mendidik kader. Dalam kegiatan dakwahnya, ia mengganti nama dewa-dewa dengan nama malaikat dalam Islam dengan maksud semoga penganut Hindu dan Budha gampang diajak masuk agama Islam.

Sunan Drajat

Menurut silsilah, Sunan Drajat ialah putera Sunan Ampel dari isteri kedua berjulukan Dewi Candrawati. Sunan Drajat turut serta dalam musyawarah para wali untuk tetapkan siapa yang menggantikan Sunan Ampel untuk memimpin pesantren Ampel Denta, dan ketika para wali tetapkan untuk mengadakan pendekatan kultural pada masyarakat Jawa dalam menyiarkan agama Islam.

Sunan Drajat tidak ketinggalan untuk membuat tembang Jawa yang hingga dikala ini masih dilantunkan. Hal yang paling menonjol dalam dakwah Sunan Drajat ialah perhatiannya yang sangat serius pada masalah-masalah sosial. Ia populer mempunyai jiwa sosial dan tema-tema dakwahnya selalu berorientasi pada kegotongroyongan. Ia selalu memberi santunan kepada masyarakat umum, menyantuni anak yatim dan fakir miskin sebagai suatu kegiatan sosial yang dianjurkan agama Islam

Penulis: Shinta Melinda. Mahasiswa Sejarah UI

Rujukan:

Tarwilah. (2006). Peranan Wali Songo dalam Pengembangan Dakwah Islam. Jurnal Kopetis Wilayah IX  Kalimantan vol 4 . No 9.

Zahra, F. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Sejarah Pokok Bahasan Islamisasi Berbasis Peninggalan Sejarah Masjid Agung Demak. Indonesian Journal of History Education, 3(1).
Farida, U. (2016). Islamisasi Di Demak Abad XV M: Kolaborasi Dinamis Ulama-Umara Dalam Dakwah Islam Di Demak. AT-TABSYIR: Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, 3(2), 299-318.
Falakhuddin, F. (2017). Dakwah Wali Songo Dan Islamisasi Di Jawa. Misykat Al-Anwar, 2(1), 292
Hak, N. (2016). Rekonstruksi Historiografi Islamisasi Dan Penggalian Nilai-Nilai Ajaran Sunan Kalijaga. Analisis Jurnal Studi Keislaman, 16 (1), 67-102.
Suryo, D. (2000, November). Tradisi Santri dalam Historiografi Jawa, Pengaruh Islam di Jawa. dalam Seminar Pengaruh Islam terhadap budaya Jawa, Jakarta.