Antropoligi Budaya : AKAR SEJARAH MULTIKULTURALISME
AKAR SEJARAH MULTIKULTURALISME
BUDAYA - Setelah kita belajar tentang pengertian dari Multikulturalisme akan lebih baik lagi jika kita mengetahui akar sejarah munculnya Multikulturalisme maka dari iti dalam kesempatan ini saya akan membahas tentang akar sejarah munculnya Multikulturalisme yang merupakan salah satu materi pokok dalam mata kuliah Antropologi Budaya.
Sejarah historis, sejak jatuhnya presiden Soeharto dari kekuasaannya yang kemudian di ikuti dengan masa yang di Sebut sebagai “era reformasi”, Kebudayaan Indonesia cendrung mengalami disintregasi. Krisis sosial budaya yang meluas itu dapat di saksikan Dalam Berbagai Bentuk disorientasi dan dislokasi banyak kalangan masyarakat kita yang semakin merebak seiring dengan meningkatnya penetrasi dan ekspansi budaya barat khususnya Amerika.
Berbagai ekspresi sosial budaya yang asing dan tidak memiliki basis dan preseden kurturalnya semakin menyebar dalam masyarakat kita sehingga memunculkan kecenderungan “gaya hidup” baru yang tidak selalu Sesuai dengan kehidupan sosial budaya masyarakat dan bangsa.
Dari berbagai kecenderungan ini, orang bisa menyaksikan kemunculan kultur hibryd, budaya gado-gado tanpa identitas, di indonesia dewasa ini. Budaya hidryd dapat mengakibatkan lenyapnya identitas kultur nasional dan lokal, padahal identitas nasional dan lokal tersebut mutlak di perlukan bagi terwujudnya integrasi sosial, kultural dan politik masyarakat indonesia.
Pluralisme kultural di Asia tenggara khususnya Indonesia, sangatlah mencolok. Karena itulah dalam teori politik barat sepanjang dasawarsa 1930-an, wilayah ini di pandang sebagai “locus klasik” bagi konsep “masyarakat majemuk/ plural” yang di perkenalkan ke dunia barat oleh JS. Furnival.
Menurut Furnival, masyarakat plural adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih unsur-unsur atau tatanan sosial yang hidup berdampingan, tetapi tidak bercampur dan menyatu dalam 1 unit politik tunggal.
Pengalaman Indonesia sejak awal masa kemerdekaan, khususnya pada masa demokrasi terpimpin dan masa orde baru memperlihatkan kecenderungan kuat pada penerapan politik monokulturalisme.
Dari perspektif politik Indonesia, berakhirnya sentralisme kekuasaan pada masa orde baru memaksakan “mono-kulturalisme”, monokulturalitas, keseragaman, memunculkan reaksi balik, yang bukan tidak mengandung sejumplah implikasi negatif bagi rekontruksi kebudayaan Indonesia yang pada hakekatnya multikultural.
Sebagaimana di kemukakan di atas, merupakan kenyataan yang sulit di ingkari, bahwa negara Indonesia terdiri dari sejumlah besar etnis, budaya, agama, dll sehingga secara sederhana dapat di sebut sebagai masyarakat multikultural. Menurut analisis Muhaemin el-ma’hady, akar sejarah multikulturalisme bisa di lacak secara historis, bahwa sedikitnya selama 3 dasawarsa kebijakan yang sentralistis dan pengawalan yang ketat terhadap isu perbedaan telah menghilangkan kemampuan masyarakat untuk memikirkan, membicarakan, dan memecahkan persoalan yang muncul karena adanya perbedaan secara terbuka, rasional dan damai.
Ada 3 kelompok sudut pandang yang biasa berkembang dalam menyikapi perbedaan identitas kaitannya dengan konflik yang sering muncul.
1. Pandangan kaum primordialis
2. Pandangan kaum instrumentalis
3. Pandangan kaum konstruktif
multikulturalisme adalah sebuah konsep di mana sebuah komunitas dalam konteks kebangsaan dapat mengakui keberagaman, perbedaan dan kemajemukan budaya, baik ras suku, etnis, agama, dll. Sebuah konsep yang memberikan pemahaman bahwa sebuah bangsa yang plural dan majemuk adalah bangsa yang di penuhi dengan budaya-budaya yang beragam. Dan bangsa multikultural adalah bangsa yang kelompok-kelompok etnik atau budaya yang ada dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip co existensi yang di tandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya lain.
Parekh, membedakan 5 macam multikulturalisme meliputi : Multikulturalisme isolasionis, Multikulturalisma akomodatif, Multikulturalisme otonomis, Multikulturalisme kritikal, Multikulturalisme kosmopolitan