Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Al-Kindi Dan Filsafat Ketuhanan

Al-Kindi – The Transmission of Greek Metaphysics to Islamic Theology. Foto: BBC

- Pada masa ke-9 penulisan filsafat secara sistematis gres dimulai adapun pada masa sebelumnya aktivitas filosofis hanya terbatas pada penerjemahan karya-karya filsafat Yunani dan Suryani. Seorang penulis yang mengawali langkah untuk membangun tradisi penulisan filsafat tak lain yaitu Al Kindi, berjulukan lengkap Abu Yusuf Yaqub Al-Kindi lahir di Kufah tahun 866 M.

Tak usang kemudian dia berpindah ke Baghdad yang pada masa itu menjadi ibu kota kekhalifahan Bani Abbas sebagai sentra keilmuan. Di sini ia menuntaskan pendidikannya. Pengetahuannya mengenai kesusastraan Yunani, Persia dan India telah menganugerahinya kehormatan dan kemasyhuran selama tinggal di Baghdad.

Al Kindi dipandang sebagai filosof bangsa Arab pertama lantaran ia sebagai pencinta kecerdikan serta memiliki metode dan penyelidikan filsafat yang tersistematis. Ia menjadi jembatan penghubung antara pendekatan intelektual dengan disiplin filsafat.

Pada masa itu teologi mu’tazilah menjadi pegangan pemerintahan Islam sehingga Al Kindi menerima sumbangan dari tiga khalifah Bani Abbas yakni Al-Ma’mun, Al-Mu’tasim, dan Al-Watsiq. Ketiga Khalifah ini mendukung total keberlangsungan belajar-mengajar serta aktivitas ilmiah, filsafat, dan sastra.

Akan tetapi pada masa pemerintahan al-Mutawakil, Al Kindi mengalami nasib jelek lantaran khalifah tidak menyetujui kecenderungannya terhadap paham mu’tazilah sehingga beberapa konflik terjadi menyerupai dipecat dari jabatannya, perebutan perpustakaan al-Kindiyah yang jadinya kembali ditangan pemilik aslinya. Al Kindi tidak memperoleh hak-hak istimewahnya di istana.

Al-Kindi aktif terlibat dalam aktivitas penerjemahan buku-buku Yunani dan sekaligus melaksanakan koreksi serta perbaikan atas terjemahan orang lain. Selain itu, ia juga termasuk seorang yang kreatif dan produktif dalam aktivitas tulis-menulis. Tulisannya cukup banyak dalam pelbagai disiplin ilmu. Untuk lebih jelasnya di bawah ini dikemukakan beberapa karya Al-Kindi:
  1. Fi al-falsafat al-‘Ula
  2. Kitab al-Hassi ‘ala Ta’allum al-Falsafat
  3. Risalat ila al-Ma’mun fi al-‘illat wa Ma’lul
  4. Risalat fi Ta’lif al-A’dad
  5. Kitab al-Falsafat al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Manthiqiyyat wa al-Mu’tashah wa ma Fauqa al-Thabi’iyyat
  6. Kammiyat Kutub Aristoteles
  7. Fi al-Nafs

Hasil goresan pena Al kindi tak lepas dari hasil cerminan akad kuatnya pada jalan filsafat dan wacana rasional. Diantara karyanya yang paling menarik yaitu risalahnya yang berjudul Al-Hatsts ‘ala Ta’allum Al-Falasafah (Anjuran untuk Belajar Filsafat), Fi Al-Falsafah Al-Ula (Filsafat Pertama) dan lain sebagainya. Dalam kerangka filosofis Al Kindi banyak mengikuti jejak Plato dan Aristoteles.

Filsafat Ketuhanan: Bukti Keberadaan Tuhan

Pandangan Al-Kindi wacana ketuhanan sesuai dengan fatwa Islam dan bertentangan dengan pendapat Aristoteles, Palto dan Plotinus. Berdasarkan hasil goresan pena dia dalam kitab Fi al-Falsafat al-Ula’ dan Fi Wahdaniyyat Allah wa Tanahi Jirm al-Alam. Beliau beropini bahwa Allah yaitu wujud sebenarnya, bukan berasal dari tiada menjadi ada. Allah yaitu wujud yang ada dan selalu ada dan akan selamanya ada.

Allah yaitu wujud tepat dan tidak didahului wujud lain. Wujud-Nya tidak berakhir sedangkan wujud lain disebabkan wujud-Nya. Ia yaitu Maha Esa yang tidak sanggup dibagi-bagi dan tidak ada satupun zat yang menyamai-Nya dalam segala aspek. Ia melahirkan dan dilahirkan.

Untuk menandakan adanya Allah, Al-Kindi mengajukan tiga argumen:
  1. Baharunya alam
  2. Keanekaragaman dalam wujud
  3. Kerapian alam

Tentang argumen baharunya alam, Al-Kindi mengemukakan argumennya bahwa tidak mungkin alam ini memiliki permulaan waktu dan setiap yang memiliki permulaan akan berkesudahan (mutanahi). Setiap benda ada yang menyebebabkan wujudnya dan tidak mungkin benda itu sendiri yang menjadi sebabnya. Dengan demikian bahwa alam semesta baharu dan diciptakan dari tiada oleh yang menciptakannya, yakni Allah.

Tentang argumen yang kedua, keanekaragaman dalam wujud, Al-Kindi berargumen bahwa tidak mungkin ada keanekaragaman terjadi dengan sendirinya atau secara kebetulan, tetapi ada yang menyebabkan atau merancangnya. Sebagai penyebabnya tidak mungkin alam itu sendiri dan kalau alam yang menjadi alasannya yaitu (Illat’)-nya akan terjadi tasalsul (rangkaian) yang tidak akan habis-habisnya. Dengan demikian bahwa yang menjadi penyebab harus berada diluar alam itu sendiri, yakni Zat Yang Maha Baik, Maha Mulia, yang mendahului adanya alam, yang disebut Allah Swt.

Al-Kindi menyebutkan bahwa ada dua alasannya yaitu atau ‘illat: Pertama, alasannya yaitu yang bekerjsama dan aksinya yaitu ciptaan dari ketiadaan (ibda’) yaitu Allah Yang Maha Esa, Pencipta Tunggal alam semesta. Kedua, alasannya yaitu yang tidak sebenarnya, alasannya yaitu yang menyebabkan sebab-sebab itu sendiri. Sebab ini terang membutuhkan yang lain tanpa berkesudahan. Ia bukanlah bukanlah alasannya yaitu yang membuat alam ini.

Tentang argumen yang ketiga, kerapian alam. Al-Kindi menegaskan bahwa alam empiris ini tidak mungkin dan terkendali begitu saja tanpa ada yang mengatur dan mengendalikannya. Pengatur dan pengendalinya tetntu yang berada diluar alam dan tidak sama dengan alam. Zat itu tidak terlihat, tetapi sanggup diketahui dengan melihat fenomena atau gejala yang terdapat di alam. Zat itulah yang disebut Allah.

Demikianlah bahwa sekalipun Al-Kindi bergelut dalam dunia filsafat Yunani, ia tidak begitu saja mendapatkan ide-ide yang ada didalamnya tetapi ia menyesuaikan dengan fatwa Islam sehingga nuansa keislaman tetap terjaga.


Rujukan:

Majid Fakhry. 2002. Sejarah Filsafat Islam, Bandung: Mizan
George N  Atiyeh, Terjm: Kasidjo Djojosuwarno. 1983. Al-Kindi Tokoh Filosof Muslim, Bandung: Pustaka
Sirajuddin Zar. 2012. Filsafat Islam dan Filsafatnya, Rajawali Press: Jakarta

Tulisan Zulfian Awaludin, Mahasiswa Filsafat Agama IAIN Syekh Nurjati Cirebon di Qureta. 28 Maret 2016. Al-Kindi dan Filsafat Ketuhanan, Pembuktian Keberadaan Tuhan