Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenal Peradaban Babilonia Kuno

Foto: The Tap Blog

Sungai Euftat dan Sungai Tigris bermuara melalui teluk parsi dikenal mengalir secara bersamaan, akan tetapi dahulu mengalir secara sendiri-sendiri. Searah sejajar, penggalan palung dua sungai menempati suatu dataran rendah yang subur. Sekitar 4000 tahun SM telah terbangun tanggul, bendungan, kanal, dan terusan yang memfasilitasi mengalirnya air menuju tanah pertanian babilonia yang subur. 

Teknik pertanian, seni bangunan, dan penulisan : aksara paku menunjukan peradaban babilonia yang cukup maju pada zaman tersebut. Di antara sungai Efrat dan Tigris berbatasan eksklusif dengan tempat arab yang sebagian besar terselimuti gurun. Kemudian dari sanalah tiba serbuan bangsa-bangsa peternak : mereka mengalahkan peradaban yang ada dan menggantinya dengan peradaban yang lebih maju. 
Perpindahan Bangsa-bangsa diantara Mesir dan Mesopotamia (Anderson). Foto: Daldjoeni (1982)
Bangsa-bangsa semit (Samyah) yang menduduki tanah subur tersebut menimbulkan negeri itu sebagai Babilonia Semit. Dalam membuatkan peradabannya, meskipun bisa mendapatkan peradaban yang dijumpai dan mengikuti keadaan dengan sempurna. Namun, bangsa semit tersebut tidak mempunyai daya untuk menemukan hal-hal yang baru, selain mendapatkan sesuatu dari peradaban bangsa lain. 

Mesopotami dalam sejarah peradaban lembah sungai Efrat dan Tigris mendeskrisikan sistem kepemilikan tanah yang luas : yang berkuasa ialah raja, bangsawan, dan kaum rohaniawan. Petani dalam kapasitasnya hanya sebagai pengelola dan memastikan tetumbuhan tumbuh subur dan melimpah sesuai yang diharapkan. Di babilonia, insinyur atau andal teknik banguanan dan pengairan , andal perbintangan, dan andal ilmu pengetahuan dijalankan oleh para pemimpin agama. 

Berbeda dengan babilonia, Mesir dalam menjalankan peradabannya lebih terpusat kepada para raja, sedangkan posisi pemimpin agama, walau tetap dianggap penting. Hanya sekadar bertugas dalam posisi andal ilmu kebatinan dan pengetahuan. Bangsa Mesir dan Babilonia mengenal satuan tahun menurut lintasan benda langit yang terbagi atas 360 hari, 12 bulan, dan 52 ahad yang terdiri masing-masing sejumlah 7 hari, semua hal tersebut dilakukan menurut ilmu falak (ilmu yang mempelajari lintasan benda langit). 

Selain ilmu falak, Kesusastraan yang maju juga terlihat berelasi dengan dongeng perihal binatang dan dongeng keagamaan, contohnya riwayat taman firdaus dan nabi Ayub yang jua terdapat di dalam Alkitab. Karena hal tersebut, terdapat pendapat hipotesis mengenai agama bangsa israil yang berelasi dengan agama bangsa bailonia, serta alhasil terdapat perkembangan agam-agama samawi lainnya menyerupai Nasrani dan Islam. 

Dalam menjalankan ritus keagamaan cenderung masbodoh dan kurang tegas. Padanya tidak terdapat catatan yang mengungkapkan kesalehan dan ketaatan orang Babilonia, kesetian orang-orang israel dan kesukaan mediasi oleh orang Aria, selain dari pengingkaran dan catatan azab yang yang kuasa turunkan kepadanya. 

Suatu hal yang cukup dinggin untuk diperlukan oleh bangsa barat yang mengharapkan keindahan yang justru tidak terdapat didalam dinginnya relief yang dilukiskan di dinding dan lantai bangunan bangsa-bang tersebut. Akan tetapi kalau kita kaitkan dengan masa tersebut, kiranya peradabang orang-orang yang mendiami lembah sungai Efrat dan Tigris cukuplah menakjubkan.


Rujukan

Daldjoeni.N. 1982. Geografi Kesejaharah. Salatiga : Alumni/1995/Bandung