Regulasi KPU Sebuah Drama Baru Dalam Berpolitik
Contoh Surat Suara |
Otoritas Semu - Berita yang sangat mengejutkan bagi kita masyarakat awam tentang keputusan Ketua KPU dengan mengeluarkan regulasi untuk membolehkan seseorang penyandang disabilitas atau yang mengalami gangguan jiwa dapat mengikuti proses pemilihan presiden (PEMILU) yang akan dilaksanakan pada tahun 2019 nanti.
Ketua KPU memiliki paradigma serta pandangan yang berbeda mengenai seseorang yang dianggap mengalami penyandang disabilitas dapat memiliki hak memilih dengan syarat menyertakan surat keterangan dokter saat akan memberikan suaranya. Di sisi lain ada yang menyetujui hal ini karena menurut mereka tidak boleh ada diskriminasi bagi warga negara untuk melaksanakan haknya untuk memilih sesuai dengan yang tertuang di dalam UU No 19/2011 yang diratifikasi Indonesia dari Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas seperti yang tertuang di dalam Pasal 29 huruf a yang berbunyi “Menjamin agar penyandang disabilitas dapat berpartisipasi secara efektif dan penuh dalam kehidupan politik dan publik atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya, secara langsung atau melalui perwakilan yang dipilih secara bebas, termasuk hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk memilih dan dipilih”. Namun ini hanya sepenggal petikan apabila kita membaca dengan seksama ada beberapa hal yang kemudian diterangkan lebih lanjut di bawahnya yang disambung dengan kalimat “antara lain dengan:
- Memastikan bahwa prosedur, fasilitas, dan bahan-bahan pemilihan bersifat layak, dapat diakses serta mudah dipahami dan digunakan;
- Melindungi hak penyandang disabilitas untuk memilih secara rahasia dalam pemilihan umum dan referendum publik tanpa intimidasi dan untuk mencalonkan diri dalam pemilihan, untuk memegang jabatan serta melaksanakan seluruh fungsi publik dalam semua tingkat pemerintahan, dengan memanfaatkan penggunaan teknologi baru yang dapat membantu pelaksanaan tugas;
- Menjamin kebebasan berekspresi dan keinginan penyandang disabilitas sebagai pemilih dan untuk tujuan ini, bilamana diperlukan atas permintaan mereka, mengizinkan bantuan dalam pemilihan oleh seseorang yang ditentukan mereka sendiri.”
Terdapat juga penolakan terhadap regulasi ini karena akan mencoreng dan memberikan preseden buruk bagi pemilihan yang akan berlangsung nantinya. Bagaimana apabila seseorang penyandang disabilitas mental dapat menggunakan hak pilihnya sementara dirinya sendiri tidak memahami siapa dirinya. Begitu juga dengan penyandang disabilitas intelektual, sensorik yang dimana penyakit yang mereka derita sewaktu - waktu dapat kambuh.
Tidak hanya itu saja di dalam Pasal 1330 KUHPerdata berbunyi “Yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah; 1. anak yang belum dewasa; 2. orang yang ditaruh di bawah pengampuan; 3. perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu." Dalam pasal ini dapat kita lihat bahwa orang - orang yang ditaruh di bawah pengampuan dianggap tidak cakap dalam melakukan suatu perbuatan hukum. Dimaknai cakap dalam melakukan suatu perbuatan berarti orang yang dianggap mampu untuk melakukan perbuatan hukum dan memikul segala hak dan kewajibannya. Faktor - faktor yang mempengaruhi kecapakan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum itu adalah psikologis, fisiologis dan lingkungan .
Kategori orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan itu antara lain gangguan jiwa, kurang cerdas, pemabuk, pemboros, hilang ingatan dan sakit ingatan atau gila.
Memang benar pada dasarnya setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam segala hal dan regulasi ini merupakan sebuah terobosan baru dalam memberikan hak-hak bagi warga negara agar terbebas dari diskriminasi. Namun perlu diperhatikan juga bahwa dalam mengeluarkan regulasi harus dilihat juga dampak serta efek yang akan ditimbulkan nantinya.
Besar kemungkinan apabila regulasi ini dijalankan, pemilihan presiden atau pemilu yang akan berlangsung nanti tidak akan proporsional dan menjadi sebuah ajang kompetisi yang tidak fair. Kekhawatiran timbul karena penyandang disabilitas seperti yang tertuang pada poin ketiga diatas yang berbunyi "mengizinkan bantuan dalam pemilihan oleh seseorang yang ditentukan mereka sendiri" karena kita tidak pernah tahu apakah seseorang yang membantu mereka dalam proses pemilihan tersebut akan berbuat jujur atau malah berbuat sebaliknya.
Sumber http://otoritas-semu.blogspot.com/