Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Latar Belakang Historis, Yuridis, dan Politik Terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS)

Latar Belakang Historis, Yuridis, dan Politik Terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS)
A.      Latar Belakang Historis RIS
Kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, tetapi Belanda tidak menerima dan mengakui kemerdekaan negara Indonesia. Bahkan Belanda berusaha untuk dapat kembali menguasai dan menjajah negara Indonesia, baik dengan cara terang-terangan maupun dengan cara yang diam-diam. Tetapi usaha Belanda untuk menguasai kembali negara Indonesia mendapat perlawanan keras dari seluruh rakyat Indonesia. Menghadapi kenyataan ini Belanda menyadari bahwa tidak mungkin lagi menguasai negara Indonesia dan mendirikan pemerintahan sebagaimana pada zaman Hindia-Belanda.
Oleh karena itu Belanda mendirikan sebuah Komite Indonesia Serikat dengan tujuan untuk mendirikan negara Indonesia serikat, dan apabila mungkin akan memusnahkan atau setidaknya menjadikan negara Indonesia sebagai salah satu negara bagian dengan daerah sesempit-sempitnya. Untuk merealisasikan tujuannya, Belanda melakukan penyerbuan-penyerbuan yang dikenal dengan agresi. Karena adanya agresi ini hampir semua kota-kota di Indonesia telah dapat diduduki oleh Belanda, termasuk kota Yogyakarta yang pada saat itu merupakan ibu kota Negara Republik Indonesia (Laksono dan Ekowati, 2012: 46 - 47).
Melihat agresi yang dilakukan oleh Belanda kepada negara Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merasa perlu ikut campur dalam menyelesaikan pertikaian antara Belanda dengan Indonesia. Akhirnya pada tanggal 2 November 1945 bertempat di Den Haag, Belanda diadakan sebuah konfrensi antara pihak Indonesia dengan Belanda, yang lebih dikenal sebagai konperensi meja bundar. Dalam konperensi ini terdapat tiga pihak yaitu: Republik Indonesia, Bijeenkomst Voor Federal Overleg (BFO), dan Belanda. Kesepakatan ini disaksikan juga oleh United Nations Commision for Indonesia (UNCI) sebagai Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Konperensi meja bundar  menghasilkan sebuah persetujuan yang mengharuskan negara Republik Indonesia yang semula berbentuk kesatuan menjadi Republik Indonesia Serikat (Laksono dan Ekowati, 2012: 50).
B.       Latar Belakang Yuridis RIS
Telah diketahui bahwa hasil perundingan KMB dirumuskan secara resmi dalam keputusan presiden Republik Indonesia Serikat No.48 Tahun 1950, bertanggal 31 Januari 1950, di tandatangani oleh perdana menteri Moh. Hatta untuk presiden Republik Indonesia Serikat, yang memutuskan mengumumkan dengan menempatkan dalam lembaran negara Republik Indonesia Serikat (Syahuri, 2004: 123). Konstitusi Republik Indonesia Serikat (K-RIS) adalah sebuah konstitusi sementara, karena menurut pasal 186 K-RIS “konstitusi  (sidang pembuat konstitusi), bersama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan konstitusi Republik Indonesia Serikat yang akan menggantikan konstitusi sementara ini”.

Sistem pemerintahan didalam Negara RIS pada pasal 68 ayat 2 menegaskan bahwa “pemerintah menurut kosntitusi RIS ialah presiden dengan seorang atau beberapa atau para menteri, yakni menurut tanggungjawab khusus atau tanggungjawab umum mereka itu”. Konstitusi RIS digolongkan kepada sistem yang menganut pertanggungjawaban menteri disebut juga sistem Parlementer artinya kebijakan para menteri tidak dapat dibenarkan oleh DPR (Laksono, dan Ekowati, 2012: 52).
C.      Latar Belakang Politik RIS
Setelah perang dunia kedua Belanda kembali ke Indonesia untuk mengubah susunan negara Republik Indonesia. Disamping kekerasan senjata yang dilancarkan terhadap RI, Belanda menjalankan politik federalismus, sebagai politik “devide et impera” untuk memecah belah persatuan bangsa.
Pada tanggal 16 Juli 1946 mulailah dibuka konperensi Malino yang berlangsung hingga tanggal 25 Juli 1946. Dari konperensi ini disusul oleh konperensi Pangkal Pinang yang berlangsung dari tanggal 1 Oktober – 12 Oktober 1946 khusus untuk mendengarkan pendapat golongan “minoritas” dalam wilayah yang dikuasai Belanda. Kemudian diikuti lagi oleh konperensi Denpasar yang berlangsung dari tanggal 7 Desember – 24 Desember 1946. Konperensi ini melahirkan negara yang pertama ialah Negara Indonesia Timur (NIT).
Semenjak itu Van Mook membentuk negara-negara dalam wilayah yang dikuasainya, kemudian politik itu dijalankan pula dalam wilayah yang menurut persetujuan Linggarjati de facto dikuasai pemerintah RI yakni di Jawa, Madura dan Sumatera. Dengan demikian dalam tahun 1947 lahirlah negara-negara Madura, Pasundan, Sumatera Selatan, Jawa Timur, dan lain sebagainya. Dengan politik federalisme ini Belanda bermaksud memperlemah kedudukan RI. Politik ini dipertahankan terus dalam semua perundingan yang diadakan dengan RI yang akhirnya mencapai taraf terakhir dalam KMB di Den Haag (Kansil, 1985:129).
Konperensi meja bundar menghasilkan 3 buah persetujuan pokok menurut Joeniarto (1986: 62), antara lain.
1.        Didirikannya Negara Republik Indonesia serikat
2.        Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia serikat (baca: “pemulihan kedaulatan” kepada Republik Indonesia Serikat)
3.        Didirikannya Uni antara RIS dengan kerajaan Belanda.
Persetujuan pemulihan kedaulatan terdiri dari 3 persetujuan induk yaitu:
a.         Piagam penyerahan kedaulatan
b.        Status Uni
c.         Persetujuan perpindahan
Pada tanggal 27 Desember 1949 di ibukota Belanda Amsterdam diadakan penyerahan kedaulatan dari Belanda yang diwakili oleh ratu Juliana kepada Indonesia yang diwakili oleh Drs. Moh. Hatta sebagai ketua delegasi Republik Indonesia, sedangkan di Jakarta pada hari yang sama dilakukan penyerahan kedaulatan dengan menurunkan bendera Belanda didepan Istana Merdeka dan bendera Sang Saka Merah Putih berkibar sebagai tanda kedaulatan Indonesia. Dalam upacara tersebut belanda diwakili oleh wakil mahkota agung Lovink, sedangkan Indonesia diwakili oleh Sultan Hamangku Buwono XI (Suprapto, 1985: 106).
Berdasarkan pasal 2 A konstitusi Republik Indonesia Serikat seluruh daerah Indonesia terdiri dari negara-negara bagian, yaitu:
1.       Negara Republik Indonesia dengan daerah menurut, status quo seperti tersebut dalam persetujuan Renville tanggal 17 Janiari 1948.
2.        Negara Indonesia Timur.
3.        Negara Pasundan, termasuk distrik federal Jakarta.
4.        Negara Jawa Timur.
5.        Negara Madura
6.        Negara Sumatera Timur dengan pengertian, bahwa status quo Asahan Selatan dan Labunan Batu berhubungan dengan negara Sumatera Timur tetap berlaku.
7.        Negara Sumatera Selatan. 

     Sekian artikel mengenai "Latar Belakang Historis, Yuridis, dan Politik Terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS)"
 

Sumber https://manusiapinggiran.blogspot.com/