Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perspektif Agresi

Tongsampah - Selamat datang, kali ini kami akan membahas mengenai Perspektif Agresi yang dilihat dari beberapa perspektif. Sebelumnya untuk memahami lebih dalam tentang apa itu agresi/agresivitas dapat anda baca pada artikel Pengertian Agresi.

Perspektif Agresi

1. Perspektif Biologis: Alamikah Agresi?

Penelitian tentang agresitivitas telah diperhatikan oleh kelompok zoologis (ilmuan yang mempelajari tingkah laku hewan). Kaum etolog melihat manusia tidak berbeda jauh dengan hewan. Sebagaimana organisme lainnya, mekanisme tingkah laku manusia dianggap sama dengan tingkah laku hewan. Tidaklah mengherankan jika penelitian tentang hewan bisa menjadi indikator terhadap manusia.

2. Agresi pada Primata

Penelitian terhadap manusia takkan bisa lepas dari penelitian terhadap primata. Berbagai penelitian tentang primata, khususnya agresivitas, menunjukkan beberapa alasan dasar. Alasan yang paling sering ditemukkan adalah masalah teritorial, berikutnya adalah masalah pasangan. Hal ini wajar karena keberadaan pasangan amat berguna untuk meneruskan keturunan. Yang menarik adalah hal ini juga terjadi pada manusia. Motivasi mendapatkan pasangan ternyata juga memotivasi kelompok India Yanomamo di Brazil. Mereka sering melakukan kekerasan yang menyebabkan kematian di dalam desanya atau antar desa. Hasil penyelidikan mengungkapkan bahwa yang menjadi dasar dari motivasi adalah kompetensi antar lelaki suku Yanomamo untuk mendapatkan perempuan.

a) Hormon

Salah satu faktor dalam dimensi biologis manusia adalah hormon. Hal yang sering diketahui adalah peran hormon androgen dan testos-teron. Secara kebetulan kedua hormon ini terdapat pada laki-laki. Beberapa penelitian dengan tema kedua hormon tadi menunjukkan hubungannya dengan kekerasan. Penelitian oleh Booth menunjukkan adanya testosteron dan tingkah laku menyimpang pada remaja Amerika Serikat.

b) Otak

Bagian dari otak yang disebut hipotalamus terkait dengan tingkah laku agresi. Hipotalamus adalah bagian kecil dari otak yang terletak di bawah otak, berfungsi untuk menjaga homeostatis serta membentuk dan mengatur tingkah-tingkah laku vital seperti makan, minum, dan hasyrat seksual. Sebuah penelitian menemukan bahwa tumor yang tumbuh dibagian hipotalamus memicu munculnya tingkah laku agresi. Hal yang juga menarik adalah hasil penelitian pada sekelompok pembunuh dari baik lelaki maupun perempuan melalui pemindaian otak mengungkap adanya aktivitas yang tinggi pada bagian kanan amigdala dan bagian hipotalamus.

Perspektif Psikodinamika

Freud sebagai salah satu tokoh psikoanalisis melihat bahwa sejatinya manusia mempunya dua insting dasar. Pertama, insting hidup (eros) dan kedua, adalah insting mati (deadh instrinct). Insting mati ini yang membawa manusia pada dorongan agresif. Oleh karena itu insting ini adalah bawaan dan bagian dari kepribadian, maka tampaknya pada peluang untuk mengatasinya. Usaha ini yang kemudian disebut pengalihan (Displacing).

Perspektif Pembelajaran: dari Pembelajaran Klasik sampai Pembelajaran Kognitif

Tidak selamanya keinginan kita dapat terpenuhi. Tidak tercapainya keiginan perasaan tidak nyaman yang kemudian terwujud menjadi frustasi. Pada umumnya, kondisi frustasi menimbulkan kemarahan yan kemudian mengejawantah menjadi tingkah laku agresif. Teori belajar sosial dari bandura juga dapat menjelaskan bagaimana agrasifitas sebagai tingkah laku sosial yang dipelajari. Salah satu dasar pemahamannya adalah tingkahlaku agresi merupakan salah satu bentuk tingkahlaku yang rumit. Oleh karena itu dibutuhkan pembelajaran, artinya bahwa agresitivitas tidaklah alami. Setidaknya hal ini pernah diajukan pula oleh Margret Mead yang melihat bahwa peperangan sebagai salah satu agresitivitas adalah di pelajari. Penelitian klasik tentang tingkahlaku agresi yang dipelajari adalah penelitian boneka bobo.
Dalam perkembangannya, belajar agresi melalu model tidak hanya langsung di mata penontonnya. Melalui media massa hal ini bisa dilakukan, misalnya melalui media TV. Tayangan-tayangan yang penuh dengan kekerasan tampaknya menjadi salah satu hal memicu agresivitas. Salah satu penelitian di Indonesia terhadap 150 pelajar SLTA yang dilakukan oleh Widiastuti (1996) terungkap bahwa jenis film tertentu memperlihatkan efek yang signifikan terhadap agresivitas penonton. Peran orangtua juga penting dalam terbentuknya tingkah laku agresi pada anak, khususnya remaja. Hal ini diperkuat dengan temuan Badingah (1993). Temuannya mengungkap terdapat kaitan antara pola asuh, tingkah laku agresif orangtua, dan kegemaran remaja menonton film keras dengan tingkah laku remaja. Pada penelitian klasik modeling oleh Bandura tanpa harus disuruh, anak-anak yang melihat aksi orang dewasa terhadap boneka bobo akan melakukan hal hal yang sama terhadapnya.

Sumber: Sarwono, Sarlito W dan Meinarno Eko A. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.


Sumber https://manusiapinggiran.blogspot.com/