MAKALAH KONSEP BELAJAR / MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN / REFERENSI MAKALAH
KONSEP BELAJAR
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah :
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
1. Ismi Arum Fujiana (1725143133)
2. Nindi Alfi Riyanti (1725143210)
3. Moh.Mahmud Fauzi (1725143180)
KELAS: PGMI II-B
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
MARET 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas petunjuk dan hidayah-Nya lah tugas membuat makalah mata kuliah Psikologi Pendidikan dengan tema “Konsep Belajar” dapat terselesaikan.
Sholawat serta salam tidak lupa kami panjatkan kehadirat Nabi agung Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang yakni agama islam.
Selesainya penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr.Maftukhin, M.Ag selaku rektor IAIN Tulungagung yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk belajar di IAIN Tulungagung.
2. Ibu Mirna Wahyu Agustina, M.Psi selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Pendidikan yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.
3. Rekan-rekan PGMI II-B yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
4. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis memohon ma’af yang sebesar-besarnya atas ketidak sempurnaan dari makalah ini. Dengan demikian penulis mengundang para pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini dapat tersusun lebih baik lagi. Terimakasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dan semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan kesehatan bagi kita semua. Amin ya robbal’alamin.
i |
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan Makalah........................................................ 1
D. Batasan Masalah....................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Belajar................................................................... 3
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar............................. 5
C. Proses dan Fase Belajar.......................................................... 9
D. Teori-teori Belajar................................................................... 11
E. Macam-macam Perwujudan Perilaku Belajar......................... 13
BAB III PEMBAHASAN..................................................................... 17
BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan............................................................................. 19
2. Saran....................................................................................... 19
DAFTAR RUJUKAN............................................................................ 21
ii |
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belajar merupakan kegiatan yang tidak asing lagi di kalangan kita. Seperti di era sekarng ini, belajar seolah-olah dianggap sebagai tuntutan yang wajib bagi setiap orang. Tidak hanya bagi mereka yang masih muda, akan tetapi mereka yang sudah dewasa atau terbilang sudah tua dituntut untuk belajar agar mampu untuk menyesuaikan diri dengan keadaan zaman.
Belajar dalam seyogianya dijalankan selama hayat di kandung badan atau bisa dikatakan seumur hidup. Berkaitan dengan kegiatan belajar di tengah-tengah masyarakat mengemuka ungkapan “masa muda adalah masa belajar”. Ungkapan tersebut dimaksudkan bahwa setiap orang muda sudah semestinya mempersiapkan diri untuk memperoleh segala sesuatu yang berguna bagi hidupnya di kemudian hari.
Dalam makalah ini penulis mencoba untuk menguraikan beberapa hal mengenai konsep belajar yang meliputi, definisi belajar, faktor belajar, proses dan fase belajar, teori-teori belajar serta macam-macam perwujudan perilaku belajar.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari belajar ?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ?
3. Bagaimanakah proses dan fase belajar ?
4. Apa saja yang termasuk dalam teori-teori belajar ?
5. Bagaimana macam-macam perwujudan perilaku belajar ?
C. Tujuan Masalah
1. Mendiskripsikan definisi belajar.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.
3. Mengetahui proses dan fase belajar.
4. Mengetahui beberapa teori-teori yang termasuk dalam belajar.
5. Mengetahui macam-macam perwujudan perilaku belajar.
D. Batasan Masalah
Makalah ini hanya membahas konsep dalam belajar, yakni mengenai definisi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, proses dan fase belajar, teori-teori belajar, serta macam-macam perwujudan perilaku belajar.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi Belajar
Arti kata belajar di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah suatu usaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Sedangkan dalam kamus Bahasa Inggris terdapat empat macam arti belajar, yakni memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, dan mendapat informasi atau menemukan.[1]
Beberapa ahli menguraikan definisi dari belajar sebagai berikut :
a. Arthur J. Gates
Menurut Arthur, yang dinamakan belajar adalah perubahan tingkah laku melalui pengalaman dan latihan (learnig is the modification of behavior through experience and training).
b. L.D. Crow and A. Crow
Ahli ini berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses aktif yang perlu dirangsang dan dibimbing ke arah hasil-hasil yang diinginkan (dipertimbangkan). Belajar adalah penguasaan kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap (learning is an active process that need to be simulated and guided toward desirable outcome. Learning is the acquisition of habits, knowledge, and attitudes).
c. Gregory A. Kimble
Belajar menurut Gregory A. Kimble adalah suatu perubahan yang relatif permanen dalam potensialitas tingkah laku yang terjadi pada seseorang atau individu sebagai suatu hasil latihan atau praktik yang diperkuat dengan pemberian hadiah. (learning as a relatively permanent change in behavioral potentiality that occurs as a result of reinforced practice).[2]
d. Morgan[3]
Morgan dalam buku Introduction to Psychology (1978) mengemukakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
e. Whiterington
Whiterington, dalam buku Educational Psychology mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.
Dari berbagai definisi belajar yang telah dikemukakan para ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada hakikatnya belajar adalah proses penugasan tertentu sesuatu yang dipelajari. Penugasan tersebut dapat berupa memahami (mengerti), merasakan, dan dapat melakukan sesuatu.
Bertolak dari berbagai pemikiran para ahli tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau usaha yang disadari untuk meningkatkan kualitas kemampuan atau tingkah laku dengan menguasai sejumlah pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap. Belajar secara formal adalah usaha menyelesaikan program pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi dengan bimbingan guru atau dosen. Sedangkan belajar secara otodidak atau disebut juga selfstudy atau belajar mandiri adalah belajar yang dilakukan di luar program pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi, tetapi melalui usaha sendiri. Sebagai hasil dari belajar tersebut dapat mencakup beberapa aspek antara lain adalah aspek pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai.[4]
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Telah dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku dan atau kecakapan. Berhasil atau tidaknya perubahan tersebut tergantung pada bermacam-macam faktor. Adapun faktor-faktor tersebut, dapat dibedakan menjadi dua golongan yakni :
1. Faktor internal (faktor dari dalam diri anak), yakni keadaan atau keadaan jasmani dam rohani, faktor ini dibagi menjadi dua yaitu :
1. Aspek Fisiologis
Aspek fisiologis meliputi hal-hal yang bersifat jasmaniah. Kondisi jasmani yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas anak dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ khusus pada anak, seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan yang disajikan.
2. Aspek Psikologis
Aspek psikologis meliputi hal-hal yang bersifat rohaniah. Pada umumnya faktor-faktor rohaniah yang dipandang lebih esensial adalah sebagai berikut :
a. Kecerdasan/Intelegensi
Intelegensi pada umumnya diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan cara yang tepat. Pada umumnya tidak semua anak memiliki intelegensi yang sama dalam mempelajari suatu mata pelajaran dan kecakapan-kecakapan yang lainnya, untuk menolong terjadinya ketidakadilan yang terjadi antara anak yang memiliki intelegensi yang tinggi dan anak yang berintelegensi dibawah rata-rata perlu adanya perhatian khusus dari seorang guru yang profesional, sehingga anak itu tetap merasa adil dan tidak merasa bosan ataupun tertinggal.
b. Sikap
Sikap (attitude) adalah gejala internal yang berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap anak dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya.
c. Bakat
Secara umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dalam perkembangan selanjutnya, bakat diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan. Bakat akan dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Oleh karena itu, sebagai orangtua hendaknya menyekolahkan anak pada jurusan yang sesuai dengan bakat yang dimiliki oleh anak tersebut, karena apabila orang tua terlalu memaksakan kehendak pada akhirnya akan berpengaruh buruk terhadap kinerja akademik atau hasil prestasi belajar anak.
d. Minat
Secara sederhana minat (interest) diartikan sebagai kecenderungan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat sama halnya dengan kecerdasan, sikap dan bakat, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, anak akan menjadi tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat anak agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajarinya.
e. Motivasi
Motivasi merupakan pendorong seseorang untuk melakukan sesuatu hal dalam bidang tertentu sehingga pada akhirnya orang tersebut dapat menjadi seorang spesialis dalam bidang yang telah dipilihnya tersebut. Motivasi diberikan kepada anak oleh guru atau orang tua, dimana motivasi ini ditujukan supaya dalam diri anak tersebut muncul suatu dorongan atau hasrat untuk belajar, sehingga anak tersebut dapat menyadari apa guna belajar dan tujuan yang hendak dicapai apabila diberi perangsang dan motivasi yang baik dan sesuai.
2. Faktor eksternal (faktor dari luar diri anak), faktor eksternal terdiri atas dua macam yakni :
1. Faktor Lingkungan Sosial
Yang termasuk dalam lingkungan sosial antara lain adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
a. Lingkungan keluarga
Suasana dan keadaan keluarga yang bermacam-macam mau tidak mau turut serta dalam menentukan bagaimana dan sampai dimana belajar dialami dan dicapai oleh anak-anak.
b. Lingkungan sekolah
Keberadaan para guru, staf administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar anak. Para guru atau staf administrasi yang menunjukkan sikap dan perilaku yang memperlihatkan suri tauladan yang baik dalam hal belajar akan menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar anak.
c. Lingkungan masyarakat
Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal anak juga dapat mempengaruhi tingkat belajarnya. Misalnya, kondisi lingkungan masyarakat yang kumuh akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar anak. Kesulitan yang akan dihadapi anak tersebut antara lain adalah kesulitan untuk mencari teman belajar atau berdiskusi.[5]
2. Faktor Lingkungan non Sosial
Faktor-faktor yang termasuk dalam lingkungan non sosial adalah sebagai berikut :
a. Lingkungan alamiah
Lingkungan alamiah seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau atau tidak terlalu gelap, suasana yang sejuk dan tenang merupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Apabila lingkungan alamiah mendukung proses belajar anak akan berlangsung dengan nyaman. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar anak akan terhambat.
b. Faktor instrumental
Faktor instrumental yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan dan sebagainya. Ketersediaan serta kelengkapan dari kedua perangkat belajar tersebut akan mempengaruhi aktivitas belajar anak.
c. Faktor materi pelajaran
Faktor materi pelajaran (materi yang diajarkan) ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan anak begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan anak.
C. Proses dan Fase Belajar
1. Definisi Proses Belajar
Proses adalah kata yang berasal dari bahasa latin “processus” yang berarti “berjalan ke depan”. Menurut Chaplin (1927), proses adalah Any change in any object or organism, particularly a behavioral or psychological change (proses adalah suatu perubahan yang menyangkut tingkah laku atau kejiwaan). Sedangkan menurut Reber (1988) proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang menimbulkan beberapa perubahan hingga tercapainya hasil tertentu. Dari kedua pendapat tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa proses dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam diri anak. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju daripada keadaan sebelumnya.
2. Fase-fase dalam Proses Belajar
Karena belajar merupakan aktivitas yang berproses, maka di dalamnya terjadi perubahan-perubahan yang bertahap. Tahapan tersebut timbul melalui fase-fase yang saling berhubungan secara berurutan dan fungsional.
Menurut Jerome S. Brunner, dalam proses pembelajaran, anak menempuh tiga fase yaitu :
a. Fase informasi (tahap penerimaan materi)
Seorang anak sedang menerima materi, diantara materi tersebut terdapat materi yang baru dan berdiri sendiri, ada pula yang berfungsi menambah, memperhalus, dan memperdalam pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki.
b. Fase transformasi (pengubahan materi dalam memori)
Dalam fase ini, informasi yang telah diperoleh dalam fase sebelumnya dianalisis atau diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas.
c. Fase evaluasi (penilaian penguasaan materi)
Dalam fase evaluasi, anak menilai sendiri sampai sejauh mana pengetahuan (informasi yang telah ditransformasikan) dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Menurut Wittig (1981) dalam bukunya psychology of learning, setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga fase atau tahapan yaitu :
a. Acquisition (tahap perolehan atau penerimaan informasi)
Pada tahap ini, anak mulai menerima informasi sebagai stimulus dan melakukan respon terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan perilaku baru. Proses acquisition dalam belajar merupakan tahapan yang paling mendasar. Kegagalan dalam tahap ini mengakibatkan kegagalan pada tahap-tahap berikutnya.
b. Storage (tahap penerimaan informasi)
Pada tahap ini, anak secara otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang ia peroleh ketika menjalani proses acquisition.
c. Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi)
Tahap retrieval pada dasarnya adalah upaya atau peristiwa mental dalam mengungkapkan dan memproduksi kembali apa-apa yang tersimpan dalam memori berupa informasi, simbol, pemahaman, dan perilaku tertentu sebagai respons atau stimulus yang sedang dihadapi.[6]
D. Teori-teori Belajar
Dalam psikologi, teori belajar selalu dihubungkan dengan stimulus respons dan teori-teori tingkah laku yang menjelaskan respons makhluk hidup dihubungkan dengan stimulus yang didapat dalam lingkungannya. Proses yang menunjukkan hubungan yang terus-menerus antara respons yang muncul serta rangsangan yang diberikan dinamakan sebagai suatu proses belajar (Tan, 1981:91)
Berikut adalah beberapa teori belajar :
1. Teori Conditioning
Bentuk paling sederhana dari belajar adalah conditioning. Karena conditioning sangat sederhana bentuknya dan luas sifatnya, para ahli sering mengambilnya sebagai contoh untuk menjelaskan dasar-dasar dari semua proses belajar. Meskipun demikian, kegunaan conditioning sebagai contoh bagi belajar, masih menjadi bahan perdebatan (Walker, 1967). Teori conditioning sendiri dipecah menjadi dua, yaitu :
a. Conditioning Klasik (Classical Conditioning)
Merupakan suatu bentuk belajar yang kesanggupan untuk berespons terhadap stimulus tertentu dapat dipindahkan pada stimulus lain.
Menurut teori conditioning, belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan respons. Yang terpenting dalam belajar, menurut teori ini ialah, adanya latihan-latihan yang kontinu. Yang diutamakan dalam teori ini adalah hal belajar yang terjadi secara otomatis.
Penganut dari teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain merupakan hasil dari conditioning, yakni hasil dari latihan-latihan atau kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat atau perangsang tertentu yang dialaminya dalam kehidupannya.
b. Conditioning Operan (Operant Conditioning)
Istilah conditioning operan (operant conditioning) diciptakan oleh Skinner dan memiliki arti umum conditioning perilaku. Istilah “operan” berarti operasi (operation) yang pengaruhnya mengakibatkan organisme melakukan perbuatan pada lingkungannya (Hardy & Heyes: 1985, Reber: 1988).
Tidak seperti dalam conditioning respons (yang responnya didatangkan oleh stimulus tertentu), respons dalam conditioning operan terjadi tanpa didahului stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri sesungguhnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu.
2. Teori Psikologi Gestalt
Teori belajar menurut psikologi gestalt sering kali disebut insight full learning atau field teori. Jiwa manusia, menurut aliran ini adalah suatu keseluruhan yang berstruktur atau merupakan suatu sistem, bukan hanya terdiri atas sejumlah bagian atau unsur yang satu sama lain terpisah, yang tidak mempunyai hubungan fungsional. Manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan. Ia bebas memilih cara bagaimana ia berinteraksi, stimulus mana yang diterimanya dan mana yang ditolaknya.
Belajar menurut pandangan psikologi Gestalt, bukan sekedar proses asosiasi antara stimulus-respons yang kian lama kian kuat disebabkan adanya berbagai latihan atau ulangan-ulangan. Menurut aliran ini, belajar itu terjadi apabila terdapat pengertian (insight).pengertian ini muncul jika seseorang, setelah beberapa saat, mencoba memahami suatu problem, tiba-tiba muncul adanya kejelasan, terlihat olehnya hubungan antara unsur-unsur yang satu dengan yang lain, kemudian dipahami sangkut-pautnya, untuk kemudian dimengerti maknanya.[7]
E. Perwujudan Perilaku Belajar
Manifestasi atau perwujudan perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam perubahan-perubahan sebagai berikut :
1. Kebiasaan
Setiaap individu (siswa) yang telah mengalami proses belajar, kebiasaan-kebiasaannya akan tampak berubah. Menurut Burghardt dalam Syah (1996), kebiasaan tersebut timbul karena proses penyusunan respons dengan penggunaan stimulasi yang berulang-ulang.
Contoh: siswa yang sedang belajar bahasa secara berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur bahasa yang keliru, akhirnya siswa tersebut akan terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar. Jadi, perubahan berbahasa yang baik tersebut merupakan perwujudan perilaku belajar siswa tadi.
2. Keterampilan
Keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga, dan sebagainya. Menurut Rebber (1988), keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Luasnya konotasi mengenai keterampilan sehingga mempengaruhi atau mendayagunakan orang lain juga dapat dianggap sebagai keterampilan.
Contoh: seorang siswa mampu mendayagunakan teman-temannya di kelas sehingga muncul aktifitas belajar bersama, siswa yang bersangkutan bisa dianggap terampil.
3. Pengamatan
Pengamatan berarti proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan telinga.
Contoh: seorang anak yang baru pertama kali mendengar siaran radio akan mengira bahwa penyiar radio tersebut benar-benar berada dalam kotak bersuara itu, akan tetapi lambat laun melalui proses belajar akan diketahuinya bahwa yang terdapat dalam radio adalah hanya suaranya saja, sementara penyiarnya berada jauh di studio penyiar.
4. Berfikir Asosiatif dan Daya Ingat
Berfikir adalah merupakan berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan yang lainnya. Berfikir asosiatif merupakan proses pembentukan hubungan antara ransangan dengan respons.
Daya ingat adalah bertambahnya simpanan materi dalam memori serta meningkatnya kemampuan untuk menghubungkan materi tersebut dengan situasi yang sedang dihadapinya.
Contoh: seorang siswa mampu menjelaskan arti penting tanggal 12 Rabiul Awal. Kemampuan siswa tersebut dalam mengasosiasikan tanggal bersejarah itu dengan hari ulang tahun (maulid) Nabi Muhammad Saw hanya bisa didapat apabila ia telah mempelajari riwayat hidup beliau.
5. Berpikir Rasional dan Kritis
Berpikir rasional dan kritis merupakan perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian dengan pemechan masalah. Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsp-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan bagaimana dan mengapa.
Contoh: siswa memecahkan suatu permasalahan melalui debat atau diskusi.
6. Sikap
Dalam arti sempit sikap adalah pandangan atau kecenderungan mental. Pada prinsipnya sikap adalah suatu kecenderungan untuk siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. Perwujudan belajar siswa dapat ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju, dan baik) terhadap suatu objek, tata nilai, peristiwa dan sebagainya.
7. Inhibisi
Secara ringkas inhibisi adalah upaya pengurangan atau pencegahan timbulnya suatu respons tertentu karena adanya proses respons lain yang sedang berlangsung. Dalam hal belajar, yang dimaksud dengan inhibisi adalah kesanggupan siswa untuk mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak perlu, kemudian memilih melakukan tindakan lainnya yang lebih baik.
Contoh: seorang siswa yang telah mempelajari bahaya apabila tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas, tidak akan melanggar rambu-rambu lalu lintas dan tertib berkendara.
8. Apresiasi
Apresiasi adalah suatu pertimbangan (judgment) mengenai arti penting atau nilai sesuatu (Chaplin,1982). Dalam penerapannya, apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda (abstrak maupun konkret) yang memiliki nilai luhur.
Contoh: seorang siswa yang mengalami proses belajar dalam menyanyi maupun menari tradisional secara mendalam, maka tingkat apresiasinya terhadap nilai seni tradisional akan mendalam pula.
9. Tingkah Laku Afektif
Tingkah laku efektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan seperti: takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya. Tingkah laku tersebut tidak terlepas dari pengaruh pengalaman belajar.
Contoh: seorang siswa dapat dianggap sukses secara afektif dalam belajar agama apabila ia telah menyadari dengan ikhlas kebenaran ajaran agama yang dipelajarinya lalu dijadikannya sebagai sistem nilai diri. Kemudian dijadikannya sebagai penutup diri kala suka maupun duka (Drajat,1985).[8]
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus: Anak kurang mampu memahami cara mengatasi kesulitan belajar
Dalam kasus ini, pemakalah mencoba memaparkan salah satu masalah yang dihadapi oleh anak didik mengenai kegiatan belajar. Setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam hal belajar, ada anak yang cepat menangkap apa yang telah dipelajari, dan ada anak yang lambat dalam belajar. Seorang anak yang lambat dalam belajar akan mengalami kesulitan, karena setiap akhir dari kegiatan belajar anak tersebut merasa belum mampu untuk menangkap atau menguasai materi yang seharusnya sudah dapat dikuasai, sedangkan guru akan terus melanjutkan pada materi yang berikutnya. Akibatnya dalam hal tersebut anak akan mengalami ketertinggalan dengan temannya yang dapat dengan cepat menangkap materi yang diajarkan. Keterlambatan anak dalam menangkap materi akan mempengaruhi hasil akademis yang tidak maksimal, hasil yang tidak maksimal tersebut akan mempengaruhi kondisi psikologis anak, ia akan merasa minder dan tidak percaya diri ketika berkumpul dengan teman-temannya yang memiliki hasil yang lebih baik darinya.
Anak yang mengalami masalah belajar tidak bisa dianggap remeh dan tidak bisa ditinggalkan begitu saja karena dapat mempengaruhi dimasa yang akan datang apabila dibiarkan begitu saja. Untuk mengatasi masalah belajar anak tersebut, bukan hanya guru yang berperan tetapi juga orang tua dari anak itu sendiri. Upaya yang dapat dilakukan guru dalam mengatasi keterlambatan belajar anak tersebut adalah :
1. Mengajak komunikasi si anak, karena di sekolah guru berperan sebagai orang tua.
2. Menciptakan suasana kegiatan belajar yang efektif dan efisien di sekolah.
3. Memberikan bimbingan belajar secara khusus.
4. Memberikan pengayaan-pengayaan kepada anak.
5. Selalu memantau hasil belajar anak, dan memberikan pujian terhadap hasil apapun yang didapatnya.
Sementara upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah sebagai berikut :
1. Memahami proses pekembangan berfikir anak.
2. Memberikan dukungan dan motivasi yang penuh terhadap anak.
3. Menciptakan suasana rumah yang harmonis, karena masalah keterlambatan belajar anak bisa saja disebabkan oleh keadaan keluarga yang kurang harmonis.
4. Memasukkan anak ke dalam lembaga bimbingan belajar.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau usaha yang disadari untuk meningkatkan kualitas kemampuan atau tingkah laku dengan menguasai sejumlah pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap.
2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar di bedakan menjadi dua yakni : faktor internal dan faktor eksternal.
3. Fase-fase dalam proses belajar menurut Jerome S Brunner adalah: fase informasi, fase transformasi, dan fase evaluasi, sedangkan menurut Wittig adalah: acquisition, storage, retrieval.
4. Beberapa teori belajar adalah teori conditioning yang dibagi menjadi teori conditioning klasik dan teori conditioning operant, yang berikutnya adalah teori psikologi gestalt.
5. Macam-macam perwujudan perilaku belajar yaitu kebiasaan, keterampilan, pengamatan, berpikir asosiatif dan daya ingat, berpikir rasional dan kritis, sikap, inhibisi, apresiasi, dan tingkah laku afektif.
B. Saran
1. Kepada pemerintah hendaknya memberikan dukungan penuh terhadap proses belajar mengajar dengan menyediakan sarana dan prasarana yang layak yang dapat digunakan untuk menunjang keberhasilan proses belajar.
2. Kepada para guru hendaknya memperhatikan anak didiknya sejak dini, sehingga ketika anak tersebut mengalami masalah dalam belajar akan segera dapat melakukan tindakan secepatnya untuk mengatasi masalah belajar anak tersebut sehingga tidak berlanjut. Dan hendaknya seorang guru bisa kreatif menciptakan kegiatan belajar yang efektif, efisien tidak monoton sehingga dapat menumbuhkan semangat dan kreativitas anak.
3. Kepada para orang tua hendaknya memberikan perhatian, dukungan dan motivasi-motivasi yang sebaik-baiknya yang dapat menumbuhkan semangat anak dalam kegiatan belajarnya.
DAFTAR RUJUKAN
Prawira,PurwaAtmaja.2013.Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru.Jojakarta:Ar-Ruzz Media.
Purwanto,M.Ngalim.1990.Psikologi Pendidikan.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
Syah,Muhibbin.1995.Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sobur,Alex.Psikologi Umum.2003.Bandung:CV Pustaka Setia.
[1] PurwaAtmajaPrawira,Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru,Jojakarta,Ar-Ruzz Media,2013:hlm.224.
[3] M.NgalimPurwanto,Psikologi Pendidikan,Bandung,PT Remaja Rosdakarya,1990:hlm.84.
[7] Alex Sobur,Psikologi Umum,Bandung,CV Pustaka Setia,2003:hlm.223-232.