Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Faktor Eksternal Pendorong Penyebab Korupsi

Pada bagian ini akan dijelaskan penyebab korupsi dari faktor eksternal, merupakan perilaku korup yang disebabkan oleh faktor di luar diri pelaku yang dapat dirinci sebagai berikut:


  • Aspek organisasi
Manajemen yang kurang baik sehingga memberikan peluang untuk melakukan korupsi
Tujuan organisasi yang tidak dipahami dengan baik oleh pimpinan dan staf membuka ruang terjadinya penyalahgunaan yang termasuk kegiatan korupsi, sehingga menimbulkan kerugian baik materiil maupun immateriil. Seringkali pihak manajemen menutupi kegiatan stafnya yang melakukan korupsi sebagai usaha mencegah ketidaknyamanan situasi yang ditimbulkan.
Kultur organisasi yang kurang baik

Latar belakang kultur Indonesia yang diwarisi dari kultur kolonial turut menyuburkan budaya korupsi. Masyarakat Indonesia belum terbiasa dengan sikap asertif (terbuka) atau mungkin dianggap kurang “sopan” kalau terlalu banyak ingin tahu masalah organisasi. Budaya nepotisme juga masih melekat karena juga mungkin ada dorongan mempertahankan kekuasaan dan kemapanan individu dan keluarga. Sikap ingin selalu membalas budi juga bisa berujung korupsi, ketika disalahgunakan dengan melibatkan wewenang atau jabatan. Sikap sabar atau ikhlas diartikan “nrimo”, apapun yang terjadi, sehingga bisa memberikan peluang kepada pimpinan atau bagian terkait untuk menyalahgunakan wewenangnya.


  • Lemahnya controling/pengendalian dan pengawasan
Pengendalian adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan, agar sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana. Pengendalian dan pengawasan ini penting, karena manusia memiliki keterbatasan, baik waktu, pengetahuan, kemampuan dan perhatian. Pengendalian dan pengawasan sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing dengan SOP (Standard Operating Procedure) yang jelas. Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar penggunaan sumber daya dapat lebih diefisienkan, dan tugas-tugas staff untuk mencapai tujuan program dapat lebih diefektifkan

Contoh: Perawat yang menjadi kepala ruangan. Perawat tersebut tidak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan SOP di ruangan yang harus dilaksanakan oleh seluruh stafnya, sehingga stafnya tidak bekerja optimal sesuai SOP.



  • Kurangnya transparansi pengelolaan keuangan
Keuangan memegang peranan vital dalam sebuah organisasi. Dengan uang, salah satunya, kegiatan organisasi akan berjalan untuk melaksanakan misi organisasi dalam rangka mencapai visi yang telah ditetapkan. Pengelolaan keuangan yang baik dan transparan menciptakan iklim yang kondusif dalam sebuah organisasi, sehingga setiap anggota organisasi sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing dapat ikut bertanggung jawab dalam penggunaan anggaran sesuai perencanaan yang telah disusun.

Contoh: Mahasiswa yang tergabung menjadi pengurus BEM atau HIMA, sebagai bendahara. Bendahara keuangan tersebut tidak memberikan laporan keuangan yang jelas. Demikian pula, ketua atau presiden BEM tersebut tidak melakukan kontrol terhadap kinerja bendahara tersebut.


  • Sikap Masyarakat Terhadap Korupsi
Sikap masyarakat juga dapat menyuburkan tindakan korupsi, di antaranya adalah:

  1. Nilai-nilai yang dianut masyakat. Seperti pergaulan yang menghargai seseorang yang kaya, dan tidak pelit dengan kekayaannya, senang memberikan hadiah. Masyarakat sering kali senang ketika ada yang memberi apalagi nominalnya besar atau berbentuk barang berharga, tanpa memikirkan dari mana sumber kekayaannya atau barang/hadiah yang diberikannya.
  2. Masyarakat sering kali menganggap bahwa pejabat harus kaya, oleh karena itu pejabat harus mendapat uang
  3. Masyarakat tidak menyadari bahwa yang dilakukannya juga termasuk korupsi, karena kerugian yang ditimbulkan tidak secara langsung.  Padahal korupsi tidak hanya melibatkan pejabat negara saja tetapi juga anggota masyarakat.
  4. Dampak korupsi tidak kelihatan secara langsung, sehingga masyarakat tidak merasakan kerugian.
  5. Masyarakat memandang wajar hal-hal umum yang menyangkut kepentingannya. Misalnya, menyuap untuk mendapatkan pekerjaan atau menyuap untuk bisa kuliah.

  • Aspek ekonomi
Gaya hidup yang konsumtif, menjadikan penghasilan selalu dianggap kurang dan pendapatan yang tidak mencukupi kebutuhan. Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.


  • Aspek politik atau tekanan kelompok
Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan harapan masyarakat. Kontrol sosial tersebut dijalankan dengan menggerakkan berbagai aktivitas yang melibatkan penggunaan kekuasaan negara sebagai suatu lembaga yang diorganisasikan secara politik, melalui lembaga-lembaga yang dibentuknya. Korupsi cenderung dimulai dari pimpinan, sehingga staf terpaksa terlibat. “Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely”. Kekuasaan itu cenderung ke korupsi, kekuasaan mutlak mengakibatkan korupsi mutlak. Perilaku korup juga dipertontonkan oleh partai politik. Tujuan berpolitik disalahartikan berupa tujuan mencari kekuasaan dengan menghalalkan berbagai cara. Perilaku korup seperti penyuapan, politik uang merupakan fenomena yang sering terjadi.


  • Aspek hukum
Subtansi hukum di Indonesia sudah menjadi rahasia umum, masih ditemukan aturan-aturan yang diskriminatif, berpihak, dan tidak adil, rumusan yang tidak jelas sehingga menjadi multitafsir, kontradiksi dan overlapping dengan peraturan lain (baik yang sederajat maupun lebih tinggi). Penegakan hukum juga masih menjadi masalah. Masyarakat umum sudah mulai luntur kepercayaan kepada aparat penegak hukum, karena praktik-praktik penegakan hukum yang masih diskriminatif, dan tidak jelas tujuannya. Masyarakat menganggap ketika terlibat masalah hukum pasti butuh biaya yang tidak sedikit untuk aparat penegak hukum.

Sumber http://otoritas-semu.blogspot.com/