MAKALAH : RINGKASAN HIJRAH NABI MUHAMMAD SAW. KE YATSRIB PADAT DAN JELAS
HIJRAH NABI MUHAMMAD SAW. KE YATSRIB
Oleh :
Nova Santoso
NIM. 1725143217
A. Peristiwa Hijrah ke Yatsrib
Dengan meninggalnya abu thalib dan khadijahrosulullah menghadapi berbagai macam bahaya dan cobaan yang didatangkan oleh kaum kafir quraisy dan pemimpin pemimpin kota lainnya. Diantara peristiwa yang sangat menyakitkan adalah peristiwa yang dialami oleh Nabi Saw. di Thaif.
Setelah peristiwa itu nabi menjuruskan dakwahnya kepada para jemaah jemaah haji dari seluruh penjuru arab. Diperkenalkannya dirinya serta diperkenalkan pula seruan islam dan pokok pokok agama baru itu kepada mereka.[1]
Ketika berada di Aqabah, nabi bertemu dengan sekelompok orang dari kabilah kharaj yang berasal dari madinah. Beliau mengajak mereka untuk menyembah Allah, menjelaskan tentang islam kepada mereka serta membacakan Al-Quran. Kabilah kharaj bertetangga dengan yahudi dimadinah. Mereka telah mendengar dari kaum yahudi bahwa akan datangnya nabi yang sudah dekat dengan masa kalian. Sebagian dari mereka kemudian berkata kepada sebagian yang lain bahwa “wahai kaum ! kalian mengetahui, demi Allah bahwa orang ini adalah nabi yang telah dikabarkan kaum yahudi kepada kalian. Maka jangan sampai kalian didahului oleh mereka, sambut dia, berimanlah kepadanya.” Maka pada musim haji berikutnya datanglah 12 orang dari yatsrib menemui rosululloh di aqabah. Mereka membaiat kepada rasululloh untuk bertauhid, menahan diri dari mencuri, berzina dan membunuh anak-anak mereka, serta taat dalam kebaikan (Bai’atul Aqabah Pertama). Nabi mengutus Mush’ab bin ‘umair untuk ikut ke yatsrib bersama rombongan guna menyebarkan dakwah islam disana.
Pada tahun berikutnya, Mush’ab kembali ke makkah bersama dengan 75 anshar melaksanakan ibadah Haji serta bertemu Rasulullah di lereng Aqabah. Maka dalam pertemuan ini Rasulullah meminta baiat dari kaum anshar untuk melindungi nya sebagaimana mereka melindungi istri dan anak anaknya.
Ketika Rasulullah telah membaiat kaum anshar untuk membela islam dan melindungi beliau serta pengikutnya. Maka Nabi saw. Langsung menginstruksikan agar para sahabatnya untuk segera berhijrah ke Yastrib, sejak saat itu kota Mekah menjadi kosong dari populasi muslim. Yang tersisa hanya Nabi saw., Abu Bakar, dan Ali bin Abi Thalib. Sebenarnya Abu Bakar pun sudah berniat untuk mengikuti jejak orang-orang muslim yang telah berhijrah sebelumnya, Namun ketika ia meminta izin kepada Nabi saw. akan maksud itu, Nabi menjawab dengan cara sungguh-sungguh, mengingat situasi yang semakin kritis. Nabi mengatakan kepada Abu Bakar “jangan tergesah-gesah, mudah-mudahan Allah swt. Memberimu seorang teman”. Pernyataan tersebut membuat Abu Bakar sangat gembira, karena dia berharap mudah-mudahan teman yang dimaksud Nabi saw. adalah dirinya sendiri. Ungkapan Nabi saw. dan harapan Abu Bakar tersebut menunjukkan bahwa keputusan hijrahnya Nabi saw. ke Madinah sangat rahasia, sehingga sahabat terdekatnyapun nyaris tidak mengetahuinya. Bahkan sebagian besar dari pengikutnya memperkirakan bahwa Nabi saw. akan tetap di Mekah melanjutkan perjuangannya, setelah memerintahkan pengikutnya untuk berhijrah.
Sementara itu berita-berita yang ilato dari yatsrib semakin menghawatirkan Quraisy, sebab kaum muhajirin semua telah berkumpul di Yatsrib dan penduduk negeri tersebut menyambutnya dengan penuh kemuliaan. Kenyataan ini membuat orang-orang Quraisy menjadi curiga jangan-jangan Muhammad juga akan keluar dari Mekah bergabung dengan sahabat-sahabatnya di sana. Dengan ilator ini, mereka pun mengadakan pertemuan di Dar al-Nadwa dan memutuskan Muhammad harus dibunuh beramai-ramai. Pertemuan tersebut diabadikan oleh Allah dalam Q.S. al-Anfal/8: 30 “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya”.
Setelah kesepakatan kaum Quraisy untuk menghabisi nyawa Rasulullah saw. maka Malaikat Jibril ilato menemui Nabi dan mengabarkan kepadanya tentang persekongkolan kaumnya. Dia menyuruh Nabi untuk segera pergi meninggalkan rumanya dan menetapkan waktu untuk berhijrah. Setelah itu Nabi saw. pun pergi ke rumah Abu Bakar untuk menyampaikan bahwa Allah telah mengizinkannya untuk berhijrah sambil merancang strategi perjalanannya. Di sinilah dimulainya kisah yang paling cemerlang dan indah yang pernah dikenal manusia dalam sejarah mencari kebenaran dan mempertahankan keyakinan dan keimanan yang penuh resiko dan bahaya.
Setelah matahari terbenam, malam telah mencapai keheningan, pemuda-pemuda yang sudah dipersiapkan Quraisy untuk membunuh Nabi saw. sudah mengepung rumahnya. Pada saat-saat yang kritis itu Nabi menyampaikan kepada Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidurnya dengan menggunakan selimut yang biasa dipakainya. Kemudian Nabi saw. keluar rumah menyibak kepungan mereka. Para pembunuh bayaran ini tidak melihat Nabi sedikit pun, karena Allah telah membutakan mereka sehingga mereka tidak bisa melihat, sebagaimana yang dijelasakan dalam al-Qur’an Q.S. Yasin/36 : 9 “Dan kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat Melihat.”[2]
Sementara itu berita-berita yang ilato dari yatsrib semakin menghawatirkan Quraisy, sebab kaum muhajirin semua telah berkumpul di Yatsrib dan penduduk negeri tersebut menyambutnya dengan penuh kemuliaan. Kenyataan ini membuat orang-orang Quraisy menjadi curiga jangan-jangan Muhammad juga akan keluar dari Mekah bergabung dengan sahabat-sahabatnya di sana. Dengan ilator ini, mereka pun mengadakan pertemuan di Dar al-Nadwa dan memutuskan Muhammad harus dibunuh beramai-ramai. Pertemuan tersebut diabadikan oleh Allah dalam Q.S. al-Anfal/8: 30 “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya”.
Setelah kesepakatan kaum Quraisy untuk menghabisi nyawa Rasulullah saw. maka Malaikat Jibril ilato menemui Nabi dan mengabarkan kepadanya tentang persekongkolan kaumnya. Dia menyuruh Nabi untuk segera pergi meninggalkan rumanya dan menetapkan waktu untuk berhijrah. Setelah itu Nabi saw. pun pergi ke rumah Abu Bakar untuk menyampaikan bahwa Allah telah mengizinkannya untuk berhijrah sambil merancang strategi perjalanannya. Di sinilah dimulainya kisah yang paling cemerlang dan indah yang pernah dikenal manusia dalam sejarah mencari kebenaran dan mempertahankan keyakinan dan keimanan yang penuh resiko dan bahaya.
Setelah matahari terbenam, malam telah mencapai keheningan, pemuda-pemuda yang sudah dipersiapkan Quraisy untuk membunuh Nabi saw. sudah mengepung rumahnya. Pada saat-saat yang kritis itu Nabi menyampaikan kepada Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidurnya dengan menggunakan selimut yang biasa dipakainya. Kemudian Nabi saw. keluar rumah menyibak kepungan mereka. Para pembunuh bayaran ini tidak melihat Nabi sedikit pun, karena Allah telah membutakan mereka sehingga mereka tidak bisa melihat, sebagaimana yang dijelasakan dalam al-Qur’an Q.S. Yasin/36 : 9 “Dan kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat Melihat.”[2]
Rasulullah saw. meninggalkan rumah pada malam hari tanggal 27 shafar tahun 14 Nubuwah, lalu menuju rumah Abu Bakar kemudian pergi meninggalkan Mekah melewati jalur selatan, jalur yang berlawanan dengan jalur utama ke Madinah yang mengarah ke utara. Keduanya menempuh jalan ini sekitar lima mil hingga tiba di gunung Tsaur lalu kemudian memasuki seguah gua yang berada di puncak gunung yang di sebut gua Tsaur. Nabi dan Abu Bakar bersembunyi di Gua tersebut selama tiga malam.
Setelah keadaan sudah sedikit stabil Nabi saw. bersama Abu Bakar beserta seorang penunjuk jalan, melanjutkan perjalanan menuju ke selatan melewati Tihamah dekat pantai Laut Merah, sebuah jalan yang tidak biasa dilalui oleh orang. Mereka berjalan dengan panas membara di tengah padang pasir, namun kesulitan itu tidak lagi dihiraukan. Hanya dengan ketenangan Hati kepada Allah dan adanya kedip bintang di gelap malam membuat hati dan perasaan mereka terasa lebih aman.
Setelah keadaan sudah sedikit stabil Nabi saw. bersama Abu Bakar beserta seorang penunjuk jalan, melanjutkan perjalanan menuju ke selatan melewati Tihamah dekat pantai Laut Merah, sebuah jalan yang tidak biasa dilalui oleh orang. Mereka berjalan dengan panas membara di tengah padang pasir, namun kesulitan itu tidak lagi dihiraukan. Hanya dengan ketenangan Hati kepada Allah dan adanya kedip bintang di gelap malam membuat hati dan perasaan mereka terasa lebih aman.
Pada hari senin 8 Rabiul awal tahun ke 14 dari nubuwah, atau tahun pertama dari hijrah, bertepatan dengan 23 September 622 M., Rasulullah saw. tiba di Quba. Dia berada di Quba selama empat hari, di ilator ini Nabi saw. membangun sebuah masjid dan shalat di dalamnya. Inilah masjid pertama yang didirikan atas dasar taqwa setelah nubuwah. Kemudian pada hari jum’at Nabi saw. melanjutkan perjalanan, dan seusai shalat jum’at Nabi Muhammad saw. memasuki Madinah. Sejak masa itulah Yastrib dinamakan Madinatun-nabi, atau disingkat dengan Madinah. Inilah hari yang sangat monumental, semua rumah, dan jalan ramai dengan suara tahmid dan taqdis sementara anak-anak gadis mereka mendendangkan bait-bait syair karena senang dan gembira.
Tidak satupun tempat yang dilalui, melainkan penghuninya meminta Nabi saw. untuk singgah di rumahnya, namun onta Nabi Muhammad saw. terus berjalan hinggga sampai di sebuah kebun tempat penjemuran korma, di situlah ontanya berhenti, hingga Nabi saw. turun dari ontanya. Di tempat inilah Nabi saw. mendirikan Masjid Nabawi sekaligus juga menjadi tempat tinggalnya.
B. Faktor atau Latar Belakang Peristiwa Hijrah
1. Wafatnya Dua Tokoh Pendukung Dakwah
Tahun 10 kenabian, Rasullulah kehilangan 2 tokoh utama yang mendukung dakwahnya, yaitu istrinya Khadijah dan pamannya Abu Thalib yang disegani kaum Quraisy. Hal tersebut menyebabkan kaum Quraisy di mekah semakin berani menentang dakwah nabi. Sehingga kedudukan nabi semakin terancam dan menjadi sasaran niat buruk kaum Quraisy.[3]
2. Penyiksaan Terhadap Umat Islam
Perlakuan kaum Quraisy terhadap umat Islam semakin kejam, terutama pada golongan budak atau hamba yang telah memeluk islam. Bahkan Rasullulah sendiri terkandang menjadi sasaran mereka. Mulai tahun 617 M sampai 620 M seluruh muslim dan kaum Bani Hasyim di diskriminasi dari segi ilato, ekonomi, dan politik. Mereka dikucilkan dan dilarang berhubungan dengan seluruh masyarakat Mekah diluar musim haji. Disinilah umat Islam mendapatkan Ujian dan Penderitaan yang sangat pedih.
3. Pimpinan Quraisy Akan Membunh Nabi
Hal utama yang menjadi latar belakang nabi Muhammad hijrah ke Madinah adalah persekongkolan para pemimpin Quraisy yang mengadakan perundingan di Darul Nadwah dengan keputusan untuk membunuh nabi. Tentu hal ini sangat mengancam Rasullulah jika terus berada di mekah. Hal ini di jelaskan dalam Al-Quran surat Al Anfal ayat 30.[4]
4. Bai’ah Aqabah
Saat Bai’ah Aqabah ke-2 ada permintaan dari para pemimpin madinah supaya Nabi Muhammad menjadi pemimpin utama mereka. Dalam ikrar tersebut mereka juga berjanji akan berjuang bersama Nabi dan akan mempertahankan Nabi Muhammad. Sehingga, nabi merasa bahwa waktunya sudah tiba bagi umat Islam untuk hijrah meninggalkan kota mekah yang penuh kejahilliyahan. [5]
5. Penentangan Dakwah Di Mekah
Nabi Muhammad merasa bahwa Kota Mekah sudah tidak kondusif untuk perkembangan Islam, karena dalam 13 tahun Rasullulah berdakwah selalu menerima berbagai penentangan.
6. Gagalnya Seruan Islam di Thaqif
Rasullulah bersama Zaid bin Haritshah pernah menyampaikan dakwah tentang agama Isalam ke Thaqif. Namun tanggapannya sangat buruk, yaitu hinaan, ejekan hingga lemparan batu yang diterima. Hal tersebut ilator belakangi kedekatan pemimpin Bani Thaqif dengan pimpinan Quraisy di Mekah. Kegagalan dakwah tersebut membuat nabi Muhammad memindahkan tujuan Hijrah menuju Madinah[6]
7. Banyak Umat Islam Di Madinah
Peristiwa bai’ah aqabah melatarbelakangi penyebaran islam di madinah secara cepat, karena mereka yang terlibat berdakwah dan menyebarkan islam pada keluarga mereka. Sehingga Madinah cocok sebagai pusat penyebaran dan dakwah agama islam.[7]
8. Masyarakat Madinah Mudah Menerima Ajaran Islam
Masyarakat madinah yang memeluk agama samawi yang telah mengenal konsep ketuhanan dan mengenal norma baik dan buruk. Selain itu Keluarga dari Nabi Muhammad dari keluarga ibu tinggal di Madinah, yaitu Abdul Muttalib dan Bani Najjar. Itulah yang melatar belakangi masyarakat Madianh lebih mudah menerima ajaran Islam.[8]
9. Lokasi Madinah Yang Strategis
Madinah berada di jalur perdagangan antara Yaman yang berada di selatan dengan Syam yang berada di utara. Lokasi inilah yang dapat menjadidkan Madinah menyaingi kota Mekah sebagai pusat perdagangan. Hingga para kafilah Quroisy terpaksa melaui kota Madinah jika ada urusan dengan Syam (Palestina).
DAFTAR PUSTAKA
Syalaby, A., 1997Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: PT. Al Husna Zikra)
Hasan ‘Ali al-Hasan an-Nadwi, Abu, 2008, Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap Nabi Muhammad Saw (Yogyakarta: Mardhiyah Pers)
‘Athiyyah Al-Abrasyiy, Muhammad, 1985, Keagungan Muhammad Rasulullah (Jakarta Pusat; PT Dunia Pustaka Jaya)
[1] A.Syalaby, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta:PT. Al Husna Zikra, 1997) Hal. 98
[2] Muhammad ‘athiyyah Al-Abrasyiy, Keagungan Muhammad Rasulullah (Jakarta Pusat, PT Dunia Pustaka Jaya: 1985) Hal. 117
[3] A.Syalaby, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta:PT. Al Husna Zikra, 1997) Hal. 96
[4] Muhammad ‘athiyyah Al-Abrasyiy, Keagungan Muhammad Rasulullah (Jakarta Pusat, PT Dunia Pustaka Jaya: 1985) Hal. 115
[5] Abu Hasan ‘Ali al-Hasan an-Nadwi, Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap Nabi Muhammad Saw (Yogyakarta: Mardhiyah Pers, 2008) Hal. 178
[6] Ibid,.. Hal 158
[7] A.Syalaby, Sejarah dan Kebudayaan Islam,… Hal. 103
[8] Ibid,.. Hal 104