Peran Sungai Brantas Pada Masa Kerajaan Majapahit
Kehidupan Majapahit ditopang sungai-sungai yang mengalir di pedalaman. Foto: Pinterest
- Indonesia mempunyai bermacam-macam kerajaan Hindu-Budha yang populer pada jamannya. Salah satunya ialah kerajaan Majapahit. Kerajaan terbesar di pulau Jawa ini berdiri sekitar kurun ke-13. Majapahit mencapai masa kejayaannya dibawah kepemimpinan Raja Hayam Wuruk. Bersama dengan Patih Gadjah Mada. Dimana perekonomian Majapahit sangat maju. Kemajuan ini ditopang pula oleh aspek sosial budaya, dan politik.
Wilayah kekuasaan Majapahit berdasarkan Kakawin Negarakretagama pupuh XIII-XV, mencakup Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik, dan sebagian kepulauan Filipina (Timbul Haryono, 2012:2).
Letak kerajaan Majapahit sangat strategis mengingat letaknya berada di antara dua sungai yang luas, yaitu Sungai Brantas dan Bengawan Solo. Ibukota Majapahit berada di Trowulan, Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. Alasan dipilihnya Trowulan sebagai Ibukota meski letaknya dipelosok yaitu sebagai antisipasi keamanan dari bahaya kerajaan lain. Dalam catatan pelaut cina menyatakan, saat akan ke Majapahit maka harus melewati Surabaya untuk mencapai ke Trowulan.
Peran Sungai pada masa kerajaan Majapahit juga sangat penting. Kerajaan Majapahit yang merupakan sebuah negara agraris dan maritim sangat bergantung kepada sungai sebagai penunjang baik dalam irigasi maupun sebagai sarana transportasi. Diketahui dari catatan Ma Huan tahun 1433, bahwa di pelabuhan-pelabuhan utama pantai utara Jawa, banyak dijumpai para pedagang Islam dan pedagang Cina yang telah berhasil dan menduduki posisi terhormat. Sebagian dari para pedagang tersebut menduduki jabatan penting di pelabuhan Tuban, Gresik, dan Surabaya
Kerajaan Majapahit memanfaatkan sungai dengan baik. Hal ini sanggup dilihat dari masyarakat Majapahit yang melaksanakan acara pertanian dengan bercocok tanam, menangkap ikan serta berdagang. Kegiatan produksi menghasilkan barang dan jasa ini tidak terlepas dari tugas belum dewasa cabang kawasan fatwa Sungai Brantas. Adanya aliran-aliran anak cabang Sungai Brantas mempermudah distribusi barang-barang secara cepat dengan memakai bahtera atau rakit.
Sungai Brantas sebagai sungai kedua terpanjang di Jawa sesudah sungai Bengawan Solo bermata air di Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Berasal dari simpanan air di Gunung Arjuno, kemudian mengalir ke Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, dan Mojokerto. Di Kabupaten Mojokerto, sungai ini bercabang dua menjadi Kali Mas (Ke arah Surabaya) dan Kali Porong (Ke Arah Porong Sidoarjo).
Secara geografis, wilayah Sungai Brantas memang cocok untuk pengembangan sistem pertanian sawah dengan irigasi yang teratur sehingga dari segi politik pun tidak mengherankan kawasan itu menjadi salah satu sentra kekuasaan di Jawa Timur (Tanudirdjo, 1997). Hal ini terbukti dengan ditemukannya Prasasti Harinjing di Pare, dimana ada tiga bab prasasti yang ditemukan. Yang tertua berangka tahun 726-804 M dan yang termuda tahun 849-927 M. Dalam prasasti ini disebutkan pembangunan sistem irigasi (yang terdiri atas saluran bending atau tanggul) yang disebut dawuhan pada anak sungai kali Konto, yakni kali Harinjing (Lombard, 2000).
Menurut sejarah geologinya, dataran rendah lembah Sungai Brantas dari Blitar hingga Mojokerto dulunya merupakan suatu teluk lautan yang semakin usang terisi oleh elfata gunung berapi yang mengapitnya teruatama Gunung Kelud ( Daldjoeni, 1984:76). Ciri-ciri tanah di Sungai Brantas ini berkaitan dengan letusan gunung api tersebut. Hal ini menjadikan imbas yang penting bagi pertanian.
Sungai Brantas sebagai salah satu sungai terpanjang mempunyai peranan besar dalam pertanian kerajaan Majapahit. Hal ini sejalan dengan timbulnya pemukiman-pemukiman penduduk disekitar kawasan fatwa Sungai Brantas. Dikarenakan kawasan sepanjang alirannya ini subur dan cocok untuk perniagaan. Selain itu keberadaan Sungai Brantas menguntungkan alasannya yaitu sebagai saluran penghubung yang lebih cepat dan kondusif antar kawasan pedalaman dengan pesisir. Mengingat Ibukota kerajaan Majapahit yang berada dipedalaman, maka kerajaan Majapahit sukses memadukan keunggulan agraris dan memperluas kekuatan maritimnya dengan memanfaatkan Sungai Brantas sebagai penghubung ke maritim lepas.
Daftar Pustaka.
Nugroho Notosusanto. Marwati Djoened Poesponegoro. 2009. Sejarah Nasional Indonesia I (Zaman Prasejarah Indonesia). Jakarta: Balai Pustaka
Sartono Kartodirjo, Marwati Djoened P, Nugroho Notosusanto. 1975. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
Djoko Dwijanto. 1993. “Perpajakan pada Masa Majapahit” dalam Sartono Kartodirdjo, dkk. 700 Tahun Majapahit (1293-1993) Suatu Bunga Rampai. (edisi II). Surabaya: Dinas Pariwisata Daerah Propinsi Tingkat I Jawa Timur.
Darsiti Soeratman. 2000. Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-1939.Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia
Agus Aris Munandar. 2008. Ibu Kota Majapahit, Masa Jaya dan Pencapaiannya. Depok: Komunitas Bambu
Muhammad Yamin. 1962. Tatanegara Majapahit Parwa II. Jakarta: Yayasan Prapantja
Supratikno Rahardjo. 2011. Peradaban Jawa: Dari Mataram Kuno Sampai Majapahit Akhir. Jakarta: Komunitas Bambu
Titi Surti Nastiti. 1991. “Perdagangan Pada Masa Majapahit” dalam Analisis Hasil Penelitian Arkeologi II. Jakarta: Depdikbud.