matodologi studi islamku 4
Tulungagung, 07, april 2015 atau pertemuan ke empat untuk mata kuliah Metodologi Studi Islam, hari ini kita membahas tentang sikap keberagamaan intrinsik dan ekstrinsik dan sejarah studi Islam.
Pada materi sikap keberagamaan intrinsik dan ekstrinsik ini, William james menganggap bahwa tokoh agama itu bersifat melankoli, halusinasi, mendengar suara atau patologikal lainnya. Sigmund Freud menganggap orang beragama harus melewati skizoprenia
Ekstrinsik memandang agama sebagai sebagi sesuatu untuk dimanfaatkan dan bukan untuk kehidupan. Orang yang beragama dengan cara ini, melaksanakan bentuk luar agama seperti puasa, sholat, naik haji dsb. Sedangkan intrinsik memandang bahwa agama dan menunjang kesehatan jiwa dan kedamaian masyarakat. Entrinsik itu sangatlah pentingkarena intrinsic tidak akan muncul tanpa adanya ekstrinsik.
Bila agama Kristen memandang kasih sebagai tonggak agamanya, Islam memandang silaturahim sebagai dimensi mahapenting ajaran Allah. Ketika suatu hari disampaikan kepada nabi Muhammad saw. Perihal orang yang sholat di malam hari, tetapi menyakiti tetangganya dengan lidahnya, nabi Muhammad menjawab dengan singkat “ia di neraka”. Secara ekstrinsik dia beragama, tetapi secara intrinsic dia tidak beragama.
Sebelum ke materi yang kedua atau di sela-sela penyampaian materi pak Naim selalu menghadirkan guyonan-guyonan atau motivasi-motivasi yang membuat kita tidak bosan atau jenuh dalam mendengarkan hal-hal yang disampakan beliau. Dalam pertemuan kali ini beliau mengatakan “setiap orang ingin dihargai, tapi hampir semua orang tidak bisa menghargai”. Dan beliau juga mengatakan ”kita bisa merubah orang lain menjadi seperti yang kita inginkan dengan kita merubah mindset (cara pandang) kita.
Untuk materi yang kedua yaitu sejarah awal studi islam, sesungguhnya sejak pada masa nabi Muhammad sudah ada studi islam, apa yang dilakukan nabi bersama sahabat-sahabatnya dari waktu ke waktu merupakan bentuk studi islam. Pada masa nabi studi islam belum bisa disebut sebagai disiplin keilmuan karena belu dilakukan secara sistematis dan terstruktur (belum menemukan format yang dengan perkembangan lembaga-lembaga pendidikan islam. Sebagaimana dicatat oleh Azra, ditinjau dari sisi kelembagaan, studi islam mengalami perkembangan daro sorogan dan halaqah di rumah-rumah para ‘alim yang sifatnya individual ke sistem kuttab, kemudian berkembang lagi ke masjid dan kemudian berlanjut ke sistem madrasah(pendidikan di tingkat tinggi).
Ada dua tokoh yang mengemukakan tentang pembagian khuttab menjadi dua, namun sesungguhnya memiliki kesamaan yaitu antara memberikan materi agama dan materi umum. Aspek penting dalam studi islam yang tdak bisa diabaikan yaitu perpustakaan karena sebagai ruang baca, pusat akademis dan ruang diskusi.
Pada masa selanjutnya studi Islam mulai berkembang ke negara-negara barat (tidak hanya pada negara islam), ditandai dengan penyalinanmanuskrip-manuskrip ka dalam bahasa latin sejak abad ke-13 M sampai bangkitnya zaman kebangunan (renaissance) eropa pada abad ke-14 M.