Biografi Presiden Joko Widodo
Sejak lahir pada 21 Juni 1961 di Rumah Sakit Brayat Minulyo, Joko Widodo tinggal bersama keluarganya di sebuah rumah kontrakan yang berlokasi di tepi sebuah sungai di Solo. Hidup mereka sangat sederhana. Ayah Jokowi yang sehari-hari menghidupi keluarga dengan berjualan kayu terpaksa membawa istri dan anak-anaknya hidup berpindah dari satu rumah sewa menuju rumah sewa lainnya. Bahkan dengan kondisi tersebut, keluarga Joko Widodo harus rela digusur pemkot Solo dari tempat tinggalnya di bantaran kali Pepe dan tinggal menumpang di kediaman seorang kerabat di kawasan Gondang.
Akan tetapi, pengalaman masa kecil tersebut tidak dirasakan Jokowi sebagai sebuah penderitaan. Ia berkata bahwa waktu-waktu sulit tersebut merupakan cara Tuhan yang sangat sempurna untuk membangun aksara dirinya di masa depan.
Selepas berkuliah di Fakultas Kehutanan UGM, Jokowi muda sempat merasakan pengalaman kerja pada sebuah perusahaan BUMN di Provinsi Aceh. Lokasinya yang berada di tengah hutan, kondisi kerja yang keras, dan rencana untuk mempunyai buah hati menuntun Jokowi dan istri untuk kembali ke kota Solo pada 1988. Ia kemudian bekerja sementara waktu pada pabrik milik pamannya, sampai kesudahannya memutuskan untuk berhenti dan memulai perjuangan mebelnya sendiri. Usaha yang mulanya berjalan dengan kondisi sederhana lambat laun berkembang. Dari ruang lingkup regional, perjuangan Jokowi tumbuh melingkupi pasar nasional, sampai kemudian merambah pasar mancanegara.
Kesuksesan atas bisnis mebel dan kemapanan finansial yang diraihnya menggerakkan Jokowi untuk mulai mencurahkan energi pada ranah lain, yaitu sosial. Ia melihat banyak perjuangan kecil masyarakat Solo yang sebenarnya mempunyai potensi untuk maju, tetapi belum berkembang dengan baik.
Dengan latar belakang masa lalunya yang sulit di bantaran sungai, ia dan beberapa rekan pengusaha menggagas terbentuknya organisasi pengusaha mebel nasional cabang Solo yang berjulukan Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia atau bersahabat disebut Asmindo. Jokowi didaulat menjadi ketua organisasi dan memimpin aneka macam kegiatan yang berhasil mengangkat daya perjuangan para pengusaha kecil dan menengah anggota Asmindo.
Setelah dua tahun Jokowi memimpin Asmindo, para pengurus dan anggota syarikat pengusaha tersebut mulai melontarkan wangsit pencalonan diri Joko Widodo pada Pemilukada Solo 2005. Pada mula wangsit itu muncul, Jokowi hanya menganggapinya dengan tawa dan secara halus menolaknya. Akan tetapi, aspirasi tersebut bertambah besar lengan berkuasa dan dorongan dari dalam organisasi untuk maju mencalonkan diri sebagai Walikota Solo terus meningkat. Joko Widodo kemudian maju dalam Pemilukada bersama F.X Hadi Rudyatmo dan terpilih menjadi Walikota Solo periode 2005-2010.
Amanah yang dipercayakan masyarakat kota Solo pada Jokowi diemban dengan baik. Beberapa prestasi ibarat tata lokasi PKL, efisiensi birokrasi kota, dan peremajaan pasar-pasar tradisional menciptakan dirinya menjadi sosok terkenal di kalangan masyarakat Surakarta. Pada pemilihan Wali Kota Solo periode 2010-2017, ia terpilih kembali dengan persentase perolehan bunyi sebanyak 90,09 persen.
Joko Widodo mulai dikenal dalam lingkup nasional sehabis ia secara resmi mengganti kendaraan beroda empat dinasnya dengan kendaraan beroda empat Esemka, yang merupakan buah karya para pelajar Sekolah Menengah kejuruan 2 dan Sekolah Menengah kejuruan Warga Surakarta, pada Januari 2012. Pemberitaan mengenai hal itu meluas dan mengakibatkan aneka macam tanggapan. Salah satu komentar yang menerima sorotan masyarakat yaitu komentar Bibit Waluyo, yang pada ketika itu menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah, yang menyebut langkah Jokowi mengganti kendaraan beroda empat dinasnya sebagai sesuatu yang sembrono. Hal ini justru menciptakan simpati publik atas Jokowi bertambah besar. Namanya kemudian semakin dikenal.
Pada Maret 2012, PDI-P dan Partai Gerindra mengusung Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur pada Pemilukada DKI Jakarta 2012. Pasangan calon ini berhadapan dengan lima pasangan calon lain dan berhasil menduduki posisi teratas pada Pemilukada putaran pertama dengan persentase perolehan bunyi sebanyak 42,60 persen. Pada Pemilukada putaran kedua, Jokowi dan Basuki berhasil mengungguli pasangan calon Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli.
Kemudian pada bulan juli 2014, hasil perhitungan bunyi oleh KPU Indonesia menyatakan Jokowi-Jusuf Kalla sebagai pemenang pada Pemilihan Presiden tahun 2014 dengan perolehan bunyi sebesar 53,15% atau 70.997.833 dengan mengalahkan lawannya pasangan Prabowo-Hatta Rajasa dengan perolehan bunyi 46,85% atau 62.576.444 adapun selisih bunyi antara Jokowi dan Prabowo sebesar 8.421.389 suara.
Meskipun kemenangan itu di protes oleh pasangan Capres dari kubu Prabowo-Hatta Rajasa sampai kemudian menggugat perolehan suara, tersebut namun pada kesudahannya Jokowi berhasil menduduki bangku sebagai orang nomor satu di Indonesia atau sebagai Presiden Ketujuh Republik Indonesia.
Pelantikan Jokowi sebagai Presiden dilakukan pada tanggal tanggal 20 Oktober 2014 di Gedung DPR/MPR RI. Upacara ini menandai secara resmi dimulainya jabatan Joko Widodo sebagai Presiden didampingi oleh Jusuf Kalla sebagai Wapres Indonesia. Jokowi memulai sepak terjangnya sebagai presiden Republik Indonesia dengan mengeluarkan kartu Indonesia Sehat, Indonesia pintar.
Rujukan: kepustakaan-presiden.pnri.go.id